(MDN), Tabah dan bertahan total. Strategi itu mungkin yang harus dianut satuan Arhanud, untuk beberapa tahun ke depan. Betapa tidak, rudal-rudal pertahanan yang dipesan pemerintah, masih berupa misil jarak pendek, seperti: Starstreak buatan Inggris, Grom buatan Polandia dan TD 2000 buatan China. Pertanyaannya adalah, kalau ada rudal jarak menengah, mengapa harus memborong rudal pertahanan udara jarak pendek ?.
Pemilihan rudal pertahanan jarak pendek (5- 7 km) ini, menunjukkan postur pertahanan udara Indonesia belum beranjak dari basis pertahanan titik.
Pertahanan titik merupakan pertahanan terhadap sebuah obyek atau area tertentu, seperti: lapangan udara, kilang minyak, pabrik pesawat, istana negara dan obyek vital lainnya, untuk menangkis serangan udara dan peluru kendali. Rudal-rudal anti serangan udara itu ditaruh di dekat atau di atas obyek yang dilindungi.
Penggunaan rudal pertahanan titik biasanya dikombinasikan dengan pesawat pencegat, yang memiliki kemampuan lepas landas dan mendaki secepat mungkin untuk menyerang ketinggian pesawat terbang lain. Pesawat pencegat pertahanan titik harus memiliki kemampuan manuver yang tinggi. Konsep pertahanan seperti ini, biasanya dianut karena daya cakup radar masih relatif sempit. Dengan kata lain, pihak bertahan memiliki waktu peringatan yang sangat singkat sebelum mampu menandingi musuh.
Pertahanan udara titik, mencakup: pesawat pencegat jarak pendek, sistem persenjataan di kapal, sistem artileri penangkis serangan udara maupun rudal anti-udara jarak dekat, serta sistem perlindungan aktif di tank atau kendaraan lapis baja lainnya.
TD-2000B China |
Model pertahanan seperti itu, bisa disebut force protection. Tindakan pencegahan untuk melindungi kekuatan sendiri dari bahaya serangan musuh, serta mengurangi resiko akibat tindakan musuh terhadap obyek vital militer dan negara.
Karena sistem pertahanan ini dianggap masih memiliki kelemahan, maka ditambahkan perlindungan berupa pesawat pencegat pertahanan wilayah. Pesawat pertahanan wilayah didisain untuk terbang jauh dan lebih bertenaga karena bertugas melindungi wilayah yang luas. Pesawat jenis ini konon tidak selincah pesawat pencegat pertahanan titik.
Untuk itulah Rusia menciptakan beberapa jenis pesawat seperti Sukhoi dan Mikoyan Gurevich (MIG), yang memiliki spesialis masing-masing. Sukhoi dirancang untuk melindungi wilayah Rusia yang sangat luas. Sementara MIG didisain sebagai pesawat pertahanan titik yang memiliki kemampuan dog fight yang baik. Untuk menutupi kelemahan pesawat pertahanan wilayah yang dianggap kurang lincah, pesawat itu dilengkapi rudal jarak jauh dan menengah.
Model pertahanan seperti itu mengadopsi teater perang antara Jerman dan Sekutu, lalu berlanjut ketika perang dingin NATO dan Uni Soviet. Namun seiring perkembangan teknologi peluru kendali, strategi pertahanan seperti itu perlu dikaji kembali.
Kini pesawat musuh tidak harus terbang ke target, untuk menghancurkan sasaran. Mereka bisa menembakkan rudal dari jarak menengah. Sementara pesawat tempur tidak bisa menyergap rudal di tengah jalan. Untuk itu, rudal pertahanan udara pun harus ikut berubah dan harus bisa menjangkau pesawat yang menyerang dari jarak jauh.
Anti Pesawat Jarak Menengah S-300 Rusia |
Peluru kendali jarak menengah akan efektif jika radar-radar Indonesia sudah bisa mengcover seluruh wilayah RI. Sementara fakta di lapangan menunjukkan radar Indonesia masih bolong-bolong. Ahli radar dari Universitas Brawijaya Malang, Rudy Yuwono mengatakan Indonesia memiliki lebih kurang 30 radar dan rawan terhadap ancaman negara lain. Idealnya Indonesia memiliki 300 radar. Untuk itu, Indonesia sedang berupaya membuat radar sendiri. “Indonesia hanya punya lebih kurang 100 orang tenaga ahli radar. Padahal, radar yang dibutuhkan oleh Indonesia sangat banyak,” ujar Rudy Yuwono.
Bahkan Amerika Serikat memberi bantuan 12 radar sistem pengamanan laut kepada pemerintah Indonesia. Menurut Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhan, Brigjen Hartind Asrin, bantuan radar AS ditempatkan di Selat Malaka atau Pos Sumatera untuk pengawasan kapal maritim. “Saya sudah lihat satu, di dekat Batam. Itu untuk melihat pergerakan kapal di Selat Malaka. Radar itu diberikan tanpa maksud apa-apa,” ujar Brigjen Hartind di Kemenhan, Jakarta.
Hartind menyebutkan setelah pemerintah AS memberikan bantuan radar kepada Indonesia, petinggi pertahanan China pernah menanyakan, apa saja yang dibutuhkan Indonesia untuk melakukan pengawasan di laut. “Saya katakan, bisa radar dan bisa kapal patroli”, ujar Brigjen Hartin.
Radar Master T Merauke |
Jika coverage radar masih bolong-bolong, bagaimana mungkin Indonesia memiliki rudal pertahanan jarak menengah ?. Tampaknya pemerintah masih fokus untuk menutupi radar yang bolong-bolong tersebut. Yang lebih rumit lagi, adalah menghadapi reaksi negara tetangga, jika tahu Indonesia membeli rudal jarak menengah. Pembelian rudal jarak menengah, ibarat memmbangunkan macan tidur. Rudal mempunyai efek strategis yang besar dan sangat ditakuti. Tentu mereka akan bereaksi dan ujung-ujungnya memicu perlombaan senjata. Kecuali jika Indonesia bisa membangun rudal jarak menengah dengan kemampuan sendiri.
Sumber: JKGT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar