TEMPO/ Arie Basuki
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, Tubagus Hasanuddin, menilai ada yang janggal dalam hibah pesawat Hercules tipe C-130 H dari Australia. Keanehan ini karena kebutuhan anggaran untuk memperbaiki pesawat sama besar dengan biaya membeli pesawat bekas. "Kalau seperti ini, yang mana sisi hibahnya?" katanya kepada Tempo, Rabu, 4 Juli 2012.
Dalam konteks hibah itu, kata Hasanuddin, tahun lalu Kementerian Pertahanan dan TNI Angkatan Udara melapor kepada Komisi. Saat itu kedua institusi tersebut belum menyebutkan nilai kebutuhan anggaran untuk memperbaiki keempat pesawat angkut itu. "Karena kami pandang perlu, maka kami menyetujuinya," ujarnya.
Pemerintah Indonesia dan Australia resmi meneken nota kesepahaman untuk hibah empat pesawat Hercules tipe C-130 H dari Australia, Senin lalu. Penandatanganan kesepakatan dilakukan di Darwin, Australia, antara Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Eris Haryanto dan Panglima Angkatan Bersenjata Australia David Hurley.
Hibah tersebut sempat dinyatakan gagal oleh pemerintah Jakarta beberapa bulan kemudian. Baru awal tahun ini Kementerian kembali mengajukan hibah dengan anggaran perbaikan US$ 60 juta atau sekitar Rp 570 miliar. Padahal, pada saat yang bersamaan, Australia mengajukan penawaran untuk membeli enam pesawat sejenis siap pakai.
"Harganya US$ 90 juta, atau US$ 15 juta per unit. Kenapa harga perbaikan sama dengan harga jual?" ujar bekas sekretaris militer di era Presiden Megawati Soekarnoputri ini. Dia mengatakan, Komisi akan segera memanggil Kementerian dan TNI AU mengenai kejanggalan hibah ini. "Kami akan panggil Kementerian dan TNI AU segera."
Namun juru bicara Kementerian Pertahanan, Hartind Asrir, membantah tudingan tersebut. Menurut dia, harga jual pesawat buatan Lockheed Martin dari Amerika Serikat itu dalam kondisi prima mencapai US$ 50 juta per unit. Berdasarkan penelusuran di laman Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, harga Hercules tipe C-130 H berkisar US$ 30 juta sebuah.
Dia menjelaskan, biaya perbaikan US$ 60 juta baru kalkulasi kasar. Jumlah persisnya bergantung pada hasil pemeriksaan. "Nilai itu belum pasti, tergantung hasil pemeriksaan tim teknisi kami yang akan terbang ke Australia pekan depan,” kata Hartind, yang memperkirakan tim teknisi akan terbang ke Benua Kanguru sekitar 10 atau 11 Juli mendatang.
Hercules hibah dari Australia, menurut Hartind, amat dibutuhkan oleh Indonesia. Dari satu skuadron Hercules C-130H (satu skuadron terdiri atas 16 unit) yang bermarkas di Bandar Udara Halim Perdana Kusuma, hanya tersisa sekitar 12 unit yang siap terbang.
Dalam konteks hibah itu, kata Hasanuddin, tahun lalu Kementerian Pertahanan dan TNI Angkatan Udara melapor kepada Komisi. Saat itu kedua institusi tersebut belum menyebutkan nilai kebutuhan anggaran untuk memperbaiki keempat pesawat angkut itu. "Karena kami pandang perlu, maka kami menyetujuinya," ujarnya.
Pemerintah Indonesia dan Australia resmi meneken nota kesepahaman untuk hibah empat pesawat Hercules tipe C-130 H dari Australia, Senin lalu. Penandatanganan kesepakatan dilakukan di Darwin, Australia, antara Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Eris Haryanto dan Panglima Angkatan Bersenjata Australia David Hurley.
Hibah tersebut sempat dinyatakan gagal oleh pemerintah Jakarta beberapa bulan kemudian. Baru awal tahun ini Kementerian kembali mengajukan hibah dengan anggaran perbaikan US$ 60 juta atau sekitar Rp 570 miliar. Padahal, pada saat yang bersamaan, Australia mengajukan penawaran untuk membeli enam pesawat sejenis siap pakai.
"Harganya US$ 90 juta, atau US$ 15 juta per unit. Kenapa harga perbaikan sama dengan harga jual?" ujar bekas sekretaris militer di era Presiden Megawati Soekarnoputri ini. Dia mengatakan, Komisi akan segera memanggil Kementerian dan TNI AU mengenai kejanggalan hibah ini. "Kami akan panggil Kementerian dan TNI AU segera."
Namun juru bicara Kementerian Pertahanan, Hartind Asrir, membantah tudingan tersebut. Menurut dia, harga jual pesawat buatan Lockheed Martin dari Amerika Serikat itu dalam kondisi prima mencapai US$ 50 juta per unit. Berdasarkan penelusuran di laman Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, harga Hercules tipe C-130 H berkisar US$ 30 juta sebuah.
Dia menjelaskan, biaya perbaikan US$ 60 juta baru kalkulasi kasar. Jumlah persisnya bergantung pada hasil pemeriksaan. "Nilai itu belum pasti, tergantung hasil pemeriksaan tim teknisi kami yang akan terbang ke Australia pekan depan,” kata Hartind, yang memperkirakan tim teknisi akan terbang ke Benua Kanguru sekitar 10 atau 11 Juli mendatang.
Hercules hibah dari Australia, menurut Hartind, amat dibutuhkan oleh Indonesia. Dari satu skuadron Hercules C-130H (satu skuadron terdiri atas 16 unit) yang bermarkas di Bandar Udara Halim Perdana Kusuma, hanya tersisa sekitar 12 unit yang siap terbang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar