Fraksi PDI-P Menolak Hibah Hercules dari Australia
C-130H Hercules A97-012 terbang di lepas pantai Sydney pada 22 Agustus 2006. A97-012 disimpan tanpa mesin di Richmond sejak 2009. (Foto: Australia DoD)
9 Juli 2012, Jakarta: Wakil Ketua Komisi Pertahanan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Ramadhan Pohan mengatakan pengadaan hibah enam pesawat C-130 Hercules dari Australia sudah sesuai prosedur. "Itu sudah dialokasikan sejak 19 Agustus tahun lalu," kata Ramadhan di kompleks gedung DPR, Senayan, Senin, 9 Juli 2012.
Pengadaan Hercules, kata Ramadhan, sudah masuk program prioritas yang disepakati DPR. Salah satunya untuk mobilisasi bantuan bencana. Menurut dia, Komisi Pertahanan secara keseluruhan sudah mendukung pembelian ini. "Penolakan dari Fraksi PDI Perjuangan. Namun tidak mencerminkan suara Komisi keseluruhan."
Pemerintah Indonesia dan Australia resmi meneken nota kesepahaman untuk hibah empat pesawat C-130 Hercules dari Australia, Senin dua pekan lalu. Penandatanganan kesepakatan dilakukan di Darwin, Australia, antara Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Eris Haryanto dan Panglima Angkatan Bersenjata Australia David Hurley.
Wakil Ketua Komisi Pertahanan Tubagus Hasanuddin mengkritik hibah ini. Ia menilai ada yang janggal dalam hibah itu karena kebutuhan anggaran untuk memperbaiki pesawat sama besarnya dengan biaya membeli pesawat bekas. "Kalau seperti ini, yang mana sisi hibahnya?" kata politikus dari Partai PDI Perjuangan itu.
Ramadhan menyangkal tudingan yang menyatakan pembelian Hercules terlalu mahal. Menurut dia, penetapan harga pesawat pasti berdasarkan audit teknis terlebih dulu. Karena itu, harga US$ 15 juta per unit bukan harga pasti, tapi hanya anggaran maksimal tiap pesawat. Sedangkan riilnya, biaya perawatan tiap pesawat akan berbeda.
Dari segi kualitas, usia pesawat tidak akan menjadi persoalan karena jam terbangnya bisa dinolkan. Apalagi pabrik pesawat Hercules di Lockheed, Amerika Serikat, masih beroperasi sehingga produksi suku cadang terus berlanjut. Hal ini berbeda dengan merawat pesawat jenis Fokker 27 yang pabriknya sudah bangkrut.
Ramadhan menambahkan, kondisi Hercules ini terawat baik lantaran Royal Australian Air Force, angkatan udara Benua Kanguru, menonaktifkan pesawat sejak 2009 dalam kondisi preservation maintenance. Artinya parkir, namun tetap terawat. Meski C-130 Hercules bekas RAAF dibeli pada era 1979 dan 1980, kualitas perawatan RAAF dikenal sangat baik.
Ramadhan yakin, Komisi Pertahanan bakal mendukung setiap program pemerintah yang meningkatkan posisi strategis Indonesia di mata internasional. Kerja sama hibah Hercules dengan Australia, kata dia, merupakan kemajuan diplomasi Indonesia. "Ini menunjukkan meningkatnya kepercayaan internasional."
Sumber: TEMPO
9 Juli 2012, Jakarta: Wakil Ketua Komisi Pertahanan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Ramadhan Pohan mengatakan pengadaan hibah enam pesawat C-130 Hercules dari Australia sudah sesuai prosedur. "Itu sudah dialokasikan sejak 19 Agustus tahun lalu," kata Ramadhan di kompleks gedung DPR, Senayan, Senin, 9 Juli 2012.
Pengadaan Hercules, kata Ramadhan, sudah masuk program prioritas yang disepakati DPR. Salah satunya untuk mobilisasi bantuan bencana. Menurut dia, Komisi Pertahanan secara keseluruhan sudah mendukung pembelian ini. "Penolakan dari Fraksi PDI Perjuangan. Namun tidak mencerminkan suara Komisi keseluruhan."
Pemerintah Indonesia dan Australia resmi meneken nota kesepahaman untuk hibah empat pesawat C-130 Hercules dari Australia, Senin dua pekan lalu. Penandatanganan kesepakatan dilakukan di Darwin, Australia, antara Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Eris Haryanto dan Panglima Angkatan Bersenjata Australia David Hurley.
Wakil Ketua Komisi Pertahanan Tubagus Hasanuddin mengkritik hibah ini. Ia menilai ada yang janggal dalam hibah itu karena kebutuhan anggaran untuk memperbaiki pesawat sama besarnya dengan biaya membeli pesawat bekas. "Kalau seperti ini, yang mana sisi hibahnya?" kata politikus dari Partai PDI Perjuangan itu.
Ramadhan menyangkal tudingan yang menyatakan pembelian Hercules terlalu mahal. Menurut dia, penetapan harga pesawat pasti berdasarkan audit teknis terlebih dulu. Karena itu, harga US$ 15 juta per unit bukan harga pasti, tapi hanya anggaran maksimal tiap pesawat. Sedangkan riilnya, biaya perawatan tiap pesawat akan berbeda.
Dari segi kualitas, usia pesawat tidak akan menjadi persoalan karena jam terbangnya bisa dinolkan. Apalagi pabrik pesawat Hercules di Lockheed, Amerika Serikat, masih beroperasi sehingga produksi suku cadang terus berlanjut. Hal ini berbeda dengan merawat pesawat jenis Fokker 27 yang pabriknya sudah bangkrut.
Ramadhan menambahkan, kondisi Hercules ini terawat baik lantaran Royal Australian Air Force, angkatan udara Benua Kanguru, menonaktifkan pesawat sejak 2009 dalam kondisi preservation maintenance. Artinya parkir, namun tetap terawat. Meski C-130 Hercules bekas RAAF dibeli pada era 1979 dan 1980, kualitas perawatan RAAF dikenal sangat baik.
Ramadhan yakin, Komisi Pertahanan bakal mendukung setiap program pemerintah yang meningkatkan posisi strategis Indonesia di mata internasional. Kerja sama hibah Hercules dengan Australia, kata dia, merupakan kemajuan diplomasi Indonesia. "Ini menunjukkan meningkatnya kepercayaan internasional."
Sumber: TEMPO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar