C-130H Hercules A97-010 dan A97-12 tanpa mesin diparkir di Richmond sejak 2009. (Foto: Joshua Masterson dan CPL Colin Dadd).
(J-D-I), Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR Ramadhan Pohan tak sepakat jika hibah empat buah pesawat Hercules C-130 yang diterima oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kunjungannya di Australia belum mendapat persetujuan DPR. Ia juga meminta beberapa pihak untuk tidak sok tahu mengatakan bahwa hibah pesawat itu mahal.
"Itu sudah dialokasikan dari tahun lalu, 19 Agustus 2011 sudah ada," kata Ramadhan kepada wartawan, Senin (9/7).
Ia menjelaskan alokasi dana Rp64,4 triliun berasal dari Komisi I DPR. Dana itu guna mobilisasi bantuan bencana. Artinya hibah 4 pesawat Hercules C 130 sudah sesuai prosedur. Prosesnya pun terbuka.
"Adapun penolakan itu pada Fraksi PDIP dalam Komisi I namun tidak mencerminkan suara Komisi I secara keseluruhan," tegas Wasekjen Partai Demokrat ini.
Terkait biaya perbaikan sekitar US$60 juta untuk 4 pesawat atau US$15 juta per unit, Ramadhan menuturkan alokasi anggaran bukanlah biaya pasti. Itu hanya dana maksimal untuk tiap pesawat. Biaya perawatan tiap pesawat pun berbeda.
"Kita tidak bisa sok tahu mengatakan mahal karena biaya pesawat harus berdasarkan audit engineering terlebih dulu," kata Ramadhan.
Menyoal pesawat Hercules C 130 dinilai rongsokan, Ramadhan mengatakan secara teknologi usia pesawat bisa di nol kan. Tidak semua pesawat tua itu merongrong. Kuncinya ada pada apakah pabriknya masih ada untuk meneruskan produksi sparepartsnya.
"Serial C 130 Hercules adalah pesawat "sejuta umat" buatan Amerika yang terkenal bandel, kuat dan mudah perawatannya. C130H Royal Australian Air Force menon-aktifkan sejak 2009 dalam kondisi "preservation maintenance" artinya parkir namun tetap terawat, yang bisa tiap saat dibutuhkan, tinggal dilengkapi dengan perawatan besar dan siap operasionalnya seperti biasa. Jadi sama sekali bukan teronggok seperti sampah," jelas dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menilai hibah 4 pesawat Hercules C 130 melanggar Pasal 23 ayat ( 1 ) UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hibah atau menerima hibah dari pemerintah atau lembaga asing harus dengan persetujuan DPR.
Ia menjelaskan alokasi dana Rp64,4 triliun berasal dari Komisi I DPR. Dana itu guna mobilisasi bantuan bencana. Artinya hibah 4 pesawat Hercules C 130 sudah sesuai prosedur. Prosesnya pun terbuka.
"Adapun penolakan itu pada Fraksi PDIP dalam Komisi I namun tidak mencerminkan suara Komisi I secara keseluruhan," tegas Wasekjen Partai Demokrat ini.
Terkait biaya perbaikan sekitar US$60 juta untuk 4 pesawat atau US$15 juta per unit, Ramadhan menuturkan alokasi anggaran bukanlah biaya pasti. Itu hanya dana maksimal untuk tiap pesawat. Biaya perawatan tiap pesawat pun berbeda.
"Kita tidak bisa sok tahu mengatakan mahal karena biaya pesawat harus berdasarkan audit engineering terlebih dulu," kata Ramadhan.
Menyoal pesawat Hercules C 130 dinilai rongsokan, Ramadhan mengatakan secara teknologi usia pesawat bisa di nol kan. Tidak semua pesawat tua itu merongrong. Kuncinya ada pada apakah pabriknya masih ada untuk meneruskan produksi sparepartsnya.
"Serial C 130 Hercules adalah pesawat "sejuta umat" buatan Amerika yang terkenal bandel, kuat dan mudah perawatannya. C130H Royal Australian Air Force menon-aktifkan sejak 2009 dalam kondisi "preservation maintenance" artinya parkir namun tetap terawat, yang bisa tiap saat dibutuhkan, tinggal dilengkapi dengan perawatan besar dan siap operasionalnya seperti biasa. Jadi sama sekali bukan teronggok seperti sampah," jelas dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menilai hibah 4 pesawat Hercules C 130 melanggar Pasal 23 ayat ( 1 ) UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hibah atau menerima hibah dari pemerintah atau lembaga asing harus dengan persetujuan DPR.
Sumber: Metro TV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar