Proses pengangkatan jenazah perwira TNI AL yang gugur dalam latihan evakuasi awak kapal selam KRT Cakra 401 di perairan Pasir Putih Situbondo, Sabtu (7/7/2012). Dua perwira TNI AL meninggal dunia dalam peristiwa itu. (Foto: SURYA/Izi Hartono)
8 Juli 2012, Situbondo: Tragedi Situbondo terulang. Setelah enam Marinir gugur akibat tank amfibi yang dikendarai tenggelam di Pantai Banongan pada 2008 lalu, kemarin, latihan Search and Rescue (SAR) kapal selam diwarnai kecelakaan.
Dua perwira Satuan Kapal Selam TNI AL gugur dalam latihan di perairan Pasir Putih, Situbondo. Kedua perwira yang meninggal tersebut Komandan Satuan Kapal Selam Kolonel Laut (P) Jefri S Sangel dan Mayor Laut (T) Eko Idang Prabowo.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Untung Suropati, yang dihubungi melalui telepon membenarkan gugurnya kedua perwira tersebut. Tadi malam kedua korban dibawa menuju rumah duka masing-masing.
Menurut Untung, kedua perwira TNI AL tersebut mengalami kecelakaan dalam latihan SAR kapal selam di perairan Pantai Pasir Putih, Kabupaten Situbondo. ”Itu latihan hari kedua. Hari pertama sukses. Hari kedua ini pun pada latihan pertama pagi oke, baru pada latihan kedua ada masalah,” kata Untung kemarin.
Menurut dia, pada latihan itu kapal selam berhenti di dasar laut, kemudian para prajurit keluar dari dalam melalui conning tower. Dalam pelatihan seperti ini, ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan. Di antaranya faktor spesifikasi kapal, kemampuan manusianya, serta kondisi alam di bawah laut seperti gelombang dan arus.
Kedua prajurit yang celaka langsung ditangani tim medis di atas ponton yang ditambatkan tak jauh dari pantai.”Ini bagian dari prosedur pelatihan,” ungkapnya. Musibah yang menimpa kedua perwira terjadi pukul 10.39 WIB kemarin.
Dalam simulasi latihan,kapal selam KRI Cakra 401 dilaporkan karam sehingga tak bisa muncul ke permukaan. Karena beberapa personel terjebak di dalam kapal, tim SAR Satuan Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair) diterjunkan mencari posisi kapal hingga akhirnya ditemukan.
Latihan operasi penyelamatan lantas digelar di depan para petinggi Komando Armada RI KawasanTimur (Armatim). Kedua perwira, Kolonel Jefri dan Mayor Eko, turut dalam latihan operasi penyelamatan. Musibah terjadi saat keduanya melakukan proses pembebasan personel dari KRI Cakra 401 di dasar laut. Diduga karena terlalu lama di bawah air atau terlalu cepat naik ke permukaan, kedua korban mengalami dekompresi, yakni terakumulasinya nitrogen di dalam tubuh saat berada di kedalaman air.
Ketegangan terjadi saat kedua perwira terlambat muncul ke permukaan. Akibatnya perut dan mulut mereka kemasukan air. Kondisi ini sontak membuat petugas penyelamat di permukaan air panik. Sambil melambaikan tangan, seorang penyelamat berteriak, ”Darurat!” ke arah tim medis dan perahu penyelamat. Namun respon belum juga muncul karena beberapa petugas medis menyangka kejadian tersebut bagian dari skenario latihan. Mau tidak mau teriakan darurat diulang hingga berkali-kali.
Teriakan itu membuat petugas medis dan tim evakuasi kapal ponton sadar bahwa terjadi kecelakaan sungguhan terhadap awak kapal selam. Saat itu juga tubuh korban dievakuasi menuju kapal ponton untuk diberi pertolongan.
Kolonel Jefri dievakuasi terlebih dulu. Berikutnya tubuh Mayor Eko Idang diangkat ke geladak kapal ponton. Saat proses evakuasi ini, kedua perwira tersebut dalam kondisi pingsan. Dari mulut keduanya keluar busa. Kondisi Mayor Eko lebih parah, dari hidung, telinga, dan mulutnya keluar darah.
Sejumlah perwira TNI AL berusaha membantu mengeluarkan air. Perut Jefri dan Eko juga ditekan beberapa kali. Namun upaya itu belum membuahkan hasil. Petugas medis lantas memberi pertolongan oksigen, napas buatan, hingga alat pacu jantung. Lebih dari setengah jam upaya pertolongan diberikan, namun belum juga membawa hasil. Kedua korban belum juga sadar. Sejumlah penolong mulai khawatir, ”Allahu Akbar,” teriak para penolong berkali-kali.
Pangarmatim Laksamana Muda TNI Agung Pramono, para petinggi TNI AL, dan beberapa undangan yang menyaksikan latihan terdiam, termenung. Mereka berdoa untuk keselamatan kedua korban.Tak berselang lama kedua korban lantas dimasukkan ke dalam tabung (chamber), alat untuk menetralisasi suhu dan kondisi tubuh. Sayang hingga kurang lebih satu jam kedua perwira tersebut belum juga sadar. “Mereka akan dikeluarkan kalau sudah siuman. Selama masih dalam keadaan pingsan mereka masih tetap berada di dalam,” kata seorang petugas.
Situasi genting tersebut memaksa simulasi penyelamatan personel kapal selam dihentikan. Dua korban kemudian dibawa ambulans menuju rumah sakit dan diterbangkan ke RSAL dr Ramelan, Surabaya, dengan helikopter. Kabar terakhir, sesuai keterangan Kadispenal Laksamana Pertama TNI Untung Suropati, kedua perwira tersebut gugur dalam latihan.
Pangarmatim : Latihan SAR Kapal Selam Wahana Pengukur Kemampuan
Kapal selam KRI Cakra 401 melakukan simulasi di perairan Pasir Putih, Situbondo, Jawa Timur, Sabtu (7/7). KRI Cakra yang memiliki berat selam 1,395 ton, dimensi 59,5 meter x 6,3 meter x 5,5 meter dan ditenagai oleh mesin diesel elektrik, 4 diesel, kecepatan 21,5 knot, diawaki 34 pelaut. (Foto: ANTARA/HO/Seno S./ss/ama/12)
Latihan Search and Rescue (SAR) kapal selam merupakan wahana untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan unsur – unsur Koarmatim dalam melaksanakan tugas pencarian dan penyelamatan kapal selam yang mengalami kedaruratan di laut. Demikian ditegaskan oleh Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksda TNI Agung Pramono SH. M.Hum dalam amanat tertulisnya yang dibacakan oleh Kasarmatim Laksma TNI Darwanto SH. MAP pada upacara Gelar Pasukan Latsar Kapal Selam Tahun 2012, di dermaga Madura, Koarmatim, Ujung, Surabaya. Rabu (4/7).
Lebih lanjut menurut Pangarmatim sasaran yang ingin dicapai dalam latihan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan personel dalam menyusun rencana operasi serta prosedur pencarian dan penyelamatan kapal selam, menguji kemampuan seluruh personel kapal selam dalam melaksankan penyelamatan diri (Free Escape), mengukur kesiapan sarana dan prasarana pencarian dan penyelamatan kapal selam serta menguji buku petunjuk pelaksanaan tentang SAR Kapal Selam.
Masih menurut Pangarmatim latihan ini bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan unsur operasional Koarmatim dalam melaksanakan tugas pencarian dan penyelamatan terhadap kapal selam yang mengalami kedaruratan di laut, tegas Pangarmatim.
Unsur-unsur peserta latihan yang terlibat, yaitu 1 kapal selam, 3 kapal atas air, 2 tim Dislambair, 1 ponton Lumba-lumba, 1 tim Satkopaska serta 2 tim Kesehatan dari Lakesla dan RSAL dr. Ramelan Surabaya. Sedangkan dari unsur tugas udara, yaitu 1 pesawat Cassa dan 1 Heli BO-105.
Pada gelar pasukan ini seluruh unsur – unsur yang terlibat dalam latihan mengikuti upacara termasuk unsur pendukung latihan. Upacara ini diikuti oleh Perwira, Bintara dan Tamtama dan dihadiri oleh para Asisten, Kasatker, Komandan Satuan dan Komandan Unsur.
Sumber: SINDO/Dispenarmatim
8 Juli 2012, Situbondo: Tragedi Situbondo terulang. Setelah enam Marinir gugur akibat tank amfibi yang dikendarai tenggelam di Pantai Banongan pada 2008 lalu, kemarin, latihan Search and Rescue (SAR) kapal selam diwarnai kecelakaan.
Dua perwira Satuan Kapal Selam TNI AL gugur dalam latihan di perairan Pasir Putih, Situbondo. Kedua perwira yang meninggal tersebut Komandan Satuan Kapal Selam Kolonel Laut (P) Jefri S Sangel dan Mayor Laut (T) Eko Idang Prabowo.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Untung Suropati, yang dihubungi melalui telepon membenarkan gugurnya kedua perwira tersebut. Tadi malam kedua korban dibawa menuju rumah duka masing-masing.
Menurut Untung, kedua perwira TNI AL tersebut mengalami kecelakaan dalam latihan SAR kapal selam di perairan Pantai Pasir Putih, Kabupaten Situbondo. ”Itu latihan hari kedua. Hari pertama sukses. Hari kedua ini pun pada latihan pertama pagi oke, baru pada latihan kedua ada masalah,” kata Untung kemarin.
Menurut dia, pada latihan itu kapal selam berhenti di dasar laut, kemudian para prajurit keluar dari dalam melalui conning tower. Dalam pelatihan seperti ini, ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan. Di antaranya faktor spesifikasi kapal, kemampuan manusianya, serta kondisi alam di bawah laut seperti gelombang dan arus.
Kedua prajurit yang celaka langsung ditangani tim medis di atas ponton yang ditambatkan tak jauh dari pantai.”Ini bagian dari prosedur pelatihan,” ungkapnya. Musibah yang menimpa kedua perwira terjadi pukul 10.39 WIB kemarin.
Dalam simulasi latihan,kapal selam KRI Cakra 401 dilaporkan karam sehingga tak bisa muncul ke permukaan. Karena beberapa personel terjebak di dalam kapal, tim SAR Satuan Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair) diterjunkan mencari posisi kapal hingga akhirnya ditemukan.
Latihan operasi penyelamatan lantas digelar di depan para petinggi Komando Armada RI KawasanTimur (Armatim). Kedua perwira, Kolonel Jefri dan Mayor Eko, turut dalam latihan operasi penyelamatan. Musibah terjadi saat keduanya melakukan proses pembebasan personel dari KRI Cakra 401 di dasar laut. Diduga karena terlalu lama di bawah air atau terlalu cepat naik ke permukaan, kedua korban mengalami dekompresi, yakni terakumulasinya nitrogen di dalam tubuh saat berada di kedalaman air.
Ketegangan terjadi saat kedua perwira terlambat muncul ke permukaan. Akibatnya perut dan mulut mereka kemasukan air. Kondisi ini sontak membuat petugas penyelamat di permukaan air panik. Sambil melambaikan tangan, seorang penyelamat berteriak, ”Darurat!” ke arah tim medis dan perahu penyelamat. Namun respon belum juga muncul karena beberapa petugas medis menyangka kejadian tersebut bagian dari skenario latihan. Mau tidak mau teriakan darurat diulang hingga berkali-kali.
Teriakan itu membuat petugas medis dan tim evakuasi kapal ponton sadar bahwa terjadi kecelakaan sungguhan terhadap awak kapal selam. Saat itu juga tubuh korban dievakuasi menuju kapal ponton untuk diberi pertolongan.
Kolonel Jefri dievakuasi terlebih dulu. Berikutnya tubuh Mayor Eko Idang diangkat ke geladak kapal ponton. Saat proses evakuasi ini, kedua perwira tersebut dalam kondisi pingsan. Dari mulut keduanya keluar busa. Kondisi Mayor Eko lebih parah, dari hidung, telinga, dan mulutnya keluar darah.
Sejumlah perwira TNI AL berusaha membantu mengeluarkan air. Perut Jefri dan Eko juga ditekan beberapa kali. Namun upaya itu belum membuahkan hasil. Petugas medis lantas memberi pertolongan oksigen, napas buatan, hingga alat pacu jantung. Lebih dari setengah jam upaya pertolongan diberikan, namun belum juga membawa hasil. Kedua korban belum juga sadar. Sejumlah penolong mulai khawatir, ”Allahu Akbar,” teriak para penolong berkali-kali.
Pangarmatim Laksamana Muda TNI Agung Pramono, para petinggi TNI AL, dan beberapa undangan yang menyaksikan latihan terdiam, termenung. Mereka berdoa untuk keselamatan kedua korban.Tak berselang lama kedua korban lantas dimasukkan ke dalam tabung (chamber), alat untuk menetralisasi suhu dan kondisi tubuh. Sayang hingga kurang lebih satu jam kedua perwira tersebut belum juga sadar. “Mereka akan dikeluarkan kalau sudah siuman. Selama masih dalam keadaan pingsan mereka masih tetap berada di dalam,” kata seorang petugas.
Situasi genting tersebut memaksa simulasi penyelamatan personel kapal selam dihentikan. Dua korban kemudian dibawa ambulans menuju rumah sakit dan diterbangkan ke RSAL dr Ramelan, Surabaya, dengan helikopter. Kabar terakhir, sesuai keterangan Kadispenal Laksamana Pertama TNI Untung Suropati, kedua perwira tersebut gugur dalam latihan.
Pangarmatim : Latihan SAR Kapal Selam Wahana Pengukur Kemampuan
Kapal selam KRI Cakra 401 melakukan simulasi di perairan Pasir Putih, Situbondo, Jawa Timur, Sabtu (7/7). KRI Cakra yang memiliki berat selam 1,395 ton, dimensi 59,5 meter x 6,3 meter x 5,5 meter dan ditenagai oleh mesin diesel elektrik, 4 diesel, kecepatan 21,5 knot, diawaki 34 pelaut. (Foto: ANTARA/HO/Seno S./ss/ama/12)
Latihan Search and Rescue (SAR) kapal selam merupakan wahana untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan unsur – unsur Koarmatim dalam melaksanakan tugas pencarian dan penyelamatan kapal selam yang mengalami kedaruratan di laut. Demikian ditegaskan oleh Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksda TNI Agung Pramono SH. M.Hum dalam amanat tertulisnya yang dibacakan oleh Kasarmatim Laksma TNI Darwanto SH. MAP pada upacara Gelar Pasukan Latsar Kapal Selam Tahun 2012, di dermaga Madura, Koarmatim, Ujung, Surabaya. Rabu (4/7).
Lebih lanjut menurut Pangarmatim sasaran yang ingin dicapai dalam latihan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan personel dalam menyusun rencana operasi serta prosedur pencarian dan penyelamatan kapal selam, menguji kemampuan seluruh personel kapal selam dalam melaksankan penyelamatan diri (Free Escape), mengukur kesiapan sarana dan prasarana pencarian dan penyelamatan kapal selam serta menguji buku petunjuk pelaksanaan tentang SAR Kapal Selam.
Masih menurut Pangarmatim latihan ini bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan unsur operasional Koarmatim dalam melaksanakan tugas pencarian dan penyelamatan terhadap kapal selam yang mengalami kedaruratan di laut, tegas Pangarmatim.
Unsur-unsur peserta latihan yang terlibat, yaitu 1 kapal selam, 3 kapal atas air, 2 tim Dislambair, 1 ponton Lumba-lumba, 1 tim Satkopaska serta 2 tim Kesehatan dari Lakesla dan RSAL dr. Ramelan Surabaya. Sedangkan dari unsur tugas udara, yaitu 1 pesawat Cassa dan 1 Heli BO-105.
Pada gelar pasukan ini seluruh unsur – unsur yang terlibat dalam latihan mengikuti upacara termasuk unsur pendukung latihan. Upacara ini diikuti oleh Perwira, Bintara dan Tamtama dan dihadiri oleh para Asisten, Kasatker, Komandan Satuan dan Komandan Unsur.
Sumber: SINDO/Dispenarmatim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar