Jakarta, - Kepala Staf TNI-AL, Laksamana TNI
Slamet Soebijanto, menegaskan, penambahan unsur persenjataan di
jajarannya hingga 2009 nanti tidak akan mengakibatkan perlombaan
persenjataan di lingkup regional hingga di Pasifik.
"Saya kira kok tidak ya. Kita wajib menghadirkan kekuatan di perairan
kita untuk mendukung negara kita. Tidak usahlah kita terlalu
mempertimbangkan keberatan negara-negara lain, toh ini negara kita
sendiri, rumah kita sendiri," katanya kepada ANTARA, di Jakarta, Kamis.
TNI-AL, dalam waktu kurang dari empat tahun mendatang akan menambah
persenjataan dan armadanya ketimbang yang dimiliki saat ini setelah
pemerintah dan DPR merestui penambahan anggaran sebanyak 1,97 miliar
dolar AS untuk keperluan itu.
Di antara persenjataan strategis yang sedang dalam proses pembelian
adalah enam kapal selam dari Rusia, yang terdiri dari dua kapal selam
kelas Kilo dan sisanya kelas Amur. Selain kapal-kapal selam itu, dari
Rusia juga akan dibeli kapal korvet dan destroyer yang akan digelar pada
perairan luar dan dalam negara ini.
"Dulu, kita pernah memiliki 12 kapal selam. Minimal nanti bisa seperti
itulah, sekarang cukup delapan dulu saja. Malahan, Malaysia dan
Singapura sudah terlebih dulu memiliki kapal selam dalam jumlah lebih
besar ketimbang luas wilayah yang harus dijaga mereka," katanya.
Untuk itulah, katanya, TNI-AL saat ini sedang bernegosiasi secara ketat
dengan pihak Rusia agar bisa mendapatkan kapal-kapal perang dan sistem
persenjataan yang bagus dengan harga memadai.
Tentang penjatuhan pilihan kepada Rusia, dia menyatakan, hal itu
berdasarkan sejumlah pertimbangan mendalam, di antaranya penguasaan
teknologi militer negara itu, prosedur pembelian, harga jual, jaminan
perawatan, hingga pada kemampuan persenjataan yang telah teruji di
berbagai palagan.
"Pihak barat, hingga saat ini masih sangat berhitung dengan Rusia.
Apalagi terhadap kapal-kapal selamnya di mana Rusia pernah menjadi
operator kapal selam terbanyak dan terbesar di Indonesia," katanya. Saat
ini Indonesia hanya memiliki dua kapal selam dari kelas U-209 buatan
Jerman, yaitu KRI Cakra dan KRI Nanggala, yang keduanya bermesin turbo
diesel.
Pada dasawarsa `60-an, Rusia pernah berbaik hati memberikan kemudahan
kepada Indonesia hingga memiliki belasan kapal selam sekelas Wiskey di
jajaran arsenal laut Barat. Salah satu tinggalannya adalah KRI Pasupati
yang kini dijadikan monumen darat di Surabaya.
Pada saat itu, jajaran kapal selam TNI-AL itu bahkan "dipinjamkan"
Soekarno kepada Pakistan agar India tidak berani macam-macam terhadap
negara satu rumpunnya itu. Kapal-kapal selam itu, atas permintaan
Pakistan, disebar di perairan sekitar Karachi hingga perbatasan di
perairan India, di sekitar Cochin.
Amerika Serikat, hingga saat ini memiliki kapal selam terbesarnya dari
kelas Dallas yang mampu meluncurkan 24 peluru kendali nuklir antar
benua. Sedangkan Rusia, memiliki kapal selam nuklir terbesar di dunia
yang dibangun di galangan kapalnya di Vladivostok.
Kapal selam kelas Typhoon itu merupakan kapal selam pertama di dunia
yang memakai teknologi "caterpillar" yang bisa mereduksi semaksimal
mungkin osilasi suara dan getaran di dalam air sehingga cukup mustahil
dilacak oleh kapal selam lawan atau kapal di atas permukaannya.
Sumber : Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar