Sabtu, 11 Agustus 2012

KISAH PRAJURIT YONIF 408, OPERASI SEROJA

Si Kancil

 ♞ Saksi Hidup Operasi Seroja

Yonif 408
Sebuah kisah prajurit dari Kesatuan 408, Infantri Angkatan Darat yang mengalami cacat serius saat berhadapan dengan Fretilin dan pasukan elit Portugis, Tropaz. Kaki kirinya putus saat terkena ranjau, dan dada kanannya ditembus oleh peluru Get Min milik Fretilin.

Sebut saja Si Kancil, Ia diturunkan di Timor Timur tanggal 23 Maret 1976 untuk merebut Landasan Udara Baukau. Ketika itu ia berusia 22 tahun. Dengan tinggi badan 161 cm dan berat 49 kg, prajurit ini dikenal dengan panggilan “Si Kancil”. Memang, sebuah postur yang kurang ideal untuk seorang prajurit barisan depan, namun berkat kecerdikannya itulah ia mampu lolos dari maut yang selalu membayanginya selama berada di medan tempur.
 

Dengan lantang dan sesekali tertawa, Bp. Kancil menceritakan beberapa kejadian menarik yang pernah ia alami selama berada di bumi Timor Lorosae. Berikut kisah-kisahnya ;
 

 ♞ Kronologi Hilangnya Kaki Kiri

Ketika itu saya tergabung dalam Tim Combat (Comando Batalion). Di satu waktu saya dan anggota regu Combat lainnya harus berlari menuju kapal yang siap mengangkut kami menuju sektor timur. Di sebuah perbukitan angin bertiup kencang. Deru suara mesin kapal mengiringi langkah kami. Derap sepatu Cheko menjadi lantunan irama sebagai pertanda kegagahan kami.

Tak lama kemudian suara derap sepatu sudah tak terdengar lagi, hanya suara mesin kapal yang semakin keras, kami sudah berada di atas kapal. Baru saja menghela nafas panjang, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara rentetan senapan yang silih berganti. Dari kejauhan tampak dua kelompok sedang beradu tembak. Karena jumlahnya tak seimbang, salah satu kelompok terjepit. Kelompok itu adalah teman kami yang hendak menuju kapal.
 

Melihat kejadian itu saya beserta Tim Combat lainnya bergegas untuk membantu mereka. Kaki-kaki kami pun menolak dari kapal, mencoba menyelamatkan teman-teman kami dari jepitan tentara Fretilin.
 

Setelah melalui pertempuran sengit, Fretilin berhasil dipukul mundur. Satu diantaranya kami tawan. Dalam kelelahan, kami pun beranjak menuju kapal. Dalam perjalanan menuju kapal, tiba-tiba salah seorang dari kami menginjak sebuah ranjau. Dengan dahsyatnya ledakan itu berhasil melukai dan membubarkan tim kami. Sungguh nahas bagi saya, ketika seluruh pasukan sibuk berlarian menyelamatkan diri, saya malah terguling dari tebing dan terpisah dari rombongan dengan satu kaki, senjata yang rusak, dan tanpa perbekalan. 

 ♞ Dua Hari Terpisah dari Regu

Setelah terguling dari tebing akibat ledakan ranjau, saya terpisah dari Tim Combat. Tidak ada tanda-tanda datangnya bantuan. Dengan sekuat tenaga saya mencoba untuk bertahan hidup. Ditengah perjuanganku melawan rasa sakit, tiba-tiba saya dikejutkan oleh sesosok tubuh yang berada tidak jauh dariku. Diam-diam saya amati sosok itu, ternyata dia adalah seorang Fretilin yang ikut menjadi korban ledakan ranjau. Saya tahu karena ia pun kehilangan salah satu kakinya. Saking dendamnya, langsung saja saya meraih senapan untuk menembaknya, namun sayang senjata yang saya bawa rusak. Bertepatan dengan itu, dia melihat ke arah saya dengan mengacungkan senjatanya seakan siap menghukum mati saya, tapi lucunya senjata dia pun rusak. Ingin hati saling membunuh namun saya dan dia tidak berdaya. Mau tidak mau, kami pun ngobrol dan tak jarang beradu mulut.
 

Selama dua hari itu saya hanya memakan batang pohon pisang. Sedangkan untuk minum, saya terpaksa menggunakan kaus kaki saya untuk menyerap air (mungkin getah) yang ada di dalam pohon pisang. Cara saya ini rupanya dituruti oleh vretilin itu. Bahkan bukan hanya cara makan saja yang dia turuti, disaat saya menangis pun dia ikut menangis.
 

Setelah beberapa malam saya lewati, akhirnya penantian itu datang juga. Rasa keputusasaan ini pun akhirnya berakhir ketika teman saya berhasil menemukan tubuh ini tergeletak di bawah pohon pisang.

 ♞ Mengintai di Mata Air

Ditengah daerah operasi, ada sebuah sumber mata air. Mata air ini layaknya sebuah oasis di gurun pasir. Baik tentara Indonesia maupun Fretilin selalu mengambil air di tempat ini. Memang suatu kondisi yang aneh, di mana dua kubu yang berlawanan harus mengambil air ditempat yang sama. Untuk memanfaatkan situasi seperti ini, saya bersama 4 teman memiliki inisiatif untuk melakukan pengintaian di mata air tersebut menunggu datangnya pasukan Fretilin yang akan mengambil air. Tim disebar menjadi dua kelompok dengan maksud untuk melakukan pengintaian dari dua arah.
 

Tak ada suara lagi di situ, hanya suara tetesan air yang terdengar. Tak lama kemudian keheninganpun terpecah disaat terdengar suara plung..plung.. yang ternyata adalah suara bambu untuk mengambil air. Kami terus memperhatikan ke tempat suara itu berasal, layaknya seorang pemburu yang mengintai binatang buruannya. Pengintaian kami pun tidak sia-sia ketika enam orang pasukan Fretilin terlihat tepat berada di mata air. Empat orang mengambil air dan sisanya mengawasi.
 

Kami pun saling memberi kode, maka dengan satu gerakan tangan kami melepas tembakan ke arah mereka. Kami sempat mendapat perlawanan dari mereka. Namun nampaknya mereka tidak mengetahui posisi kami, sehingga tak perlu memakan banyak waktu bagi kami untuk menghabisi mereka. Kami berhasil menembak mati empat tentara Fretilin sedangkan dua tentara lainnya berhasil melarikan diri ke daerah TBO (tempat bantuan operasi = semacam pos keamanan rakyat).

Tak mau kehilangan buruan, saya pun langsung berlari menuju TBO, di sana saya menanyakan kepada orang yang bertugas di pos tersebut, “Kamu lihat Fretilin kabur ke arah sini?”. “Ya”, jawab seorang petugas yang berada di pos tersebut. “Lalu, mengapa tidak kamu tembak?”. Dengan rasa takut ia menjawab, “Maaf saya telah membiarkan mereka lolos, karena mereka adalah kakak dan ayah saya”. Tiba-tiba saja saya termenung seiring dengan berubahnya warna mata air menjadi merah.


 ♞ Kabut Desa Kutulawu

Adalah sebuah desa terpencil yang setiap malam dipenuhi kabut. Desa ini sangat dingin. Ada seorang kawan yang berkata kepada saya, “Mas, orang-orang Fretelin bisa bikin kabut ya…” spontan akupun tertawa lepas. Bayangkan ketika perang gerilya saat kabut tebal? (BISA DIEKSPLORE)


 ♞ Serangan Dadakan di Tengah Sarapan Lanud Baukau

Setelah mendapat kiriman sambel kacang, saya dan teman-teman pun istirahat disamping bivak yang telah kami gali masing-masing. Saat kami menikmati makan dengan sedikit bercanda, tiba-tiba kami mendapat serangan dari pasukan elit Tropaz. Jarak kami tidak terlalu jauh. Demi menyelamatkan nyawa, kami semua segera berlindung di masing-masing bivak. Dengan bengisnya, para Tropaz terus memberondong kami. Sambil berlindung, saya berusaha mencari dari mana arah tembakannya. Akhirnya, saya mendapatkan posisi mereka, saya segera merayap keluar bivak melalui got suling besi menuju arah samping dengan membawa senajata AK. Saat merayap ransel yang berada di punggung sempat tersangkut di dalam got yang membuat saya tidak bisa bergerak. Saya sempat panik saat itu, dengan susah payah saya mencoba meraih pisau sangkur yang berada di pinggang saya yang akan saya gunakan untuk memotong tali ransel. Setelah berhasil terlepas dari jeratan suling besi, saya kembali merayap menuju arah samping mereka.
 

Dengan amunisi penuh dari jarak sekitar 40 m saya memberondong keempat Fretilin itu dari arah samping. Kali ini, tak ada satupun Fretilin yang saya biarkan lolos. Kurang dari satu menit, mereka langsung terhempas darahpun bercipratan membasahi genting gereja didekatnya. Dalam kejadian itu satu teman saya Triyono tewas.

 ♞ Sang Teman Menjadi Letkol dan Sopir Bus

Bagi sebagian teman yang beruntung (tidak cacat perang) berkesempatan untuk terus aktif di tubuh TNI. Seperti dialami teman saya Letkol Pardi, yang sekarang bertugas di Kodam Ringdam. Dia adalah teman seperjuangan saya mulai dari pendidikan dan sama-sama berangkat ke Timor Timur. Berbeda dengan teman saya yang lainnya, Aji, kini ia menjadi seorang sopir bus Lorena.


Intermezo :
 

♠Tropaz adalah pasukan elit Portugis yang dipersenjatai lengkap. Berbadan tinggi besar dengan wajah dipenuhi brewok. Sangat ahli menembak di atas kuda. Banyak tentara kita yang nyalinya sempat ciut ketika harus berhadapan dengan mereka.


♠Teman saya harus rela memotong jarinya sendiri akibat tergigit ular hijau saat bermain-main dengan ular di dalam bivak alam.
 

♠Bosan karena tidak mendapat balasan surat dari isterinya, akhirnya teman saya Sersan Kio sempat mengirimkan bulu anunya ke dalam amplop surat untuk dikirimkan ke isterinya. Dalam pesannya ia menulis, “Apakah kamu sudah lupa dengan ini?",
[sumber diposkan rudy79]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar