Rabu, 22 Februari 2012

Rudal C-705 Untuk KCR & Rudal Yakhont Untuk Fregat Van Speijk

JAKARTA - "Kapal Cepat Rudal (KCR) TNI AL positif dipersenjatai rudal C-705 hasil produksi bersama Pemerintah Indonesia dan China". Demikian diungkapkan Asisten Perencanaan KSAL Laksamana Muda TNI Soemartono kepada ANTARA di Jakarta, Senin (20/2). 

"TNI AL sudah melakukan uji coba terhadap rudal C-705 sebanyak dua kali, dan hasilnya sangat bagus untuk jadi senjata utama di KCR TNI AL," ungkapnya.

Soemartono mengemukakan sebelumnya TNI AL juga pernah menggunakan rudal buatan China C-802 untuk mempersenjatai beberapa kapal kelas van speijk dan kapal patroli cepat. "Namun, jarak jangkaunya masih kurang dibandingkan C-705 yang bisa mencapai 100 meter lebih, dengan tingkat akurasi yang baik," ujarnya menambahkan.

Kedepannya KCR TNI AL akan menggunakan C-705, sedangkan Fregat Van Speijk menggunakan rudal Yakhont kata Soemartono menegaskan.

TNI AL saat ini baru memiliki dua unit KCR yakni KRI Clurit dan KRI Kujang. "Total TNI AL memesan 40 unit KCR untuk ditempatkan di beberapa wilayah laut Indonesia yang rawan kejahatan laut," ungkapnya.

Proses kerjasama produksi rudal ini dilakukan Kementrian Pertahanan RI dan Precision Machinery Import-Export Corporation (CPMEIC) yang menjadi pemegang proyek pengerjaan rudal C-705. Menhan selama di China juga dijadwalkan meninjau perusahaan roket dan peluru kendali China ALIT (Aerospace Long March International Trade and Co.Ltd).

Sumber : ANTARANEWS.COM

Jumat, 10 Februari 2012

Kemhan Indonesia DanJerman Siapkan MouKerjasama Pertahanan

Kemhan Indonesia DanJerman Siapkan MouKerjasama Pertahanan

Jakarta - Wakil Menteri Pertahanan
Sjafrie Sjamsoeddin, Senin (6/ 2),
menerima kunjungan kehormatan
Duta Besar Jerman untuk Indonesia
HE Dr Norbert Baas di Kantor
Kementerian Pertahanan, Jakarta.
Dalam pertemuan tersebut,
Wamenhan menyampaikan
keinginannya agar Dubes Jerman
untuk Indonesia membantu
menghubungkan dengan Kementrian
Pertahanan Jerman agar Kemhan RI
dapat meningkatkan kerjasama
pertahanan dengan Kementerian
Pertahanan Jerman termasuk di
dalamnya kerjasama pengadaan
alutsista.
Hal ini berhubungan dengan akan
berangkatnya Wamenhan ke Berlin
Jerman pada 27 Februari mendatang.
Sementara itu, menurut Dubes
Jerman, MoU yang disiapkan Kemhan
RI sudah disetujui dan hanya
menunggu penandatanganannya
saja.
Saat menerima Dubes Jerman,
Wamenhan didampingi oleh Dirjen
Strategi Pertahanan Mayjen TNI
Puguh Santoso, Kepala Badan Sarana
Pertahanan Kemhan Mayjen TNI R
Ediwan Prabowo dan Direktur
Kerjasama Internasional Ditjen
Strahan Kemhan Kol. Dr Jan Pieter
Ate.
Sumber : DMC

Hingga tahun 2014, Kohanudnas Mendapatkan 70 Pesawat Tempur

Hingga tahun 2014, Kohanudnas Mendapatkan 70 Pesawat Tempur

Jakarta - Salah satu unsur penting
didalam menjaga keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Negara Indonesia
(NKRI) salah satunya terletak pada
kiprah dan peran dari Kohanudnas.
Hal tersebut lebih dikhususkan dalam
memberikan perlindungan dan patroli
udara serta pertahanan strategis
mengawal yuridiksi wilayah udara
nasional Indonesia.
Demikian diungkapkan Menteri
Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro
saat berbicara pada lokakarya dalam
rangka HUT ke 50 Komando
Pertahanan Udara Nasional
(KOHANUDNAS), Senin (6/ 1) di Halim,
Jakarta.
Sehubungan dengan hal tersebut,
Menhan mengharapkan bahwa
kamampuan Kohanudnas perlu terus
ditingkatkan agar memiliki
kemampuan pertahanan udara
dengan efek tangkalnya.
Lebih lanjut Menhan menjelaskan,
sejalan dengan itu pemerintah telah
menetapkan kebijakan pertahanan
udara yang disusun dalam cetak biru
(Blue Print) untuk mewujudkan
kekuatan pokok pertahanan.
Pada cetak biru tersebut secara
bertahap kemampuan Kohanudnas
akan ditingkatkan, dengan melengkapi
alutsista dan peralatan yang
diperlukan. Hingga tahun 2014 nanti
Kohanudnas akan dilengkapi oleh 70
pesawat. Diantaranya sekitar 3
Skuadron penuh Ligth Fighter, Super
Tucano, Shukoi dan Pesawat tempur F
16 setara Block 52.
Ditambahkan Menhan untuk lima
tahun 2010-2014 sebagai renstra
pertama pembangunan Kekuatan
Pokok Minimum pertahanan,
pemerintah akan mengucurkan dana
sebesar 150 Triliun Rupiah. Salah
satunya anggaran ini digunakan untuk
mendukung belanja barang dan
belanja modal alutsista TNI Angkatan
Udara.
Selain modernisasi alutsista, menurut
Menhan peningkatan kemampuan
dan profesionalime unsur SDM dan
Organisasi yang efektif juga harus
terus ditingkatkan agar tidak
tertinggal didalam perkembangan di
bidang Revolution In Military Affairs.
Karena sesuai dengan
karakteristikanya kekuatan matra
udara sangat dipengaruhi oleh
perkembanganteknologi.
Sementara itu Panglima Kohanudnas,
Marsda TNI J.F.P Sitompul
mengatakan Kohanudnas memiliki
tugas menyelenggarakan pertahanan
terpadu atas wilayah udara nasional
dalam rangka mewujudkan
kedaulatan dan menjaga keutuhan
serta kepentingan dari NKRI.
Memasuki usia 50 tahun dengan
sesuai kemampuan yang ada
sekarang ini Kohanudnas terus
berupaya secara maksimal dan terus
menerus untuk tetap mewujudkan
kedaulatan Negara diudara.
Pangkohanudnas menekankan hal ini
terbukti dengan adanya beberapa
kejadian intersepsi, pengusiran,
hingga pemaksaan mendarat kepada
pesawat asing yang memasuki
wilayah Negara tanpa ijin.
Diungkapkan Pangkohanudnas
belajar dari sejarah di era 60 an
dimana Kohanudnas pernah menjadi
yang terkuat diwilayah bumi di bagian
selatan. Kohanudnas juga mampu
membawa wibawa Indonesia di
tingkat regional maupun
internasional.
Belajar dari pengalaman tersebut
diharapkan menjadi starting point
bagi Kohanudnas untuk menata
organisasi, Alutsista, Doktrin dan
Siskodal sehingga dimasa depan
Kohanudnas mampu melaksanakan
tugas dengan lebih optimal.
Lokakarya berlangsung selama dua
hari dengan tema “ Strategi
Pengembangan Kohanudnas
Kedepan” mengundang beberapa
pembicara seperti Wakil Ketua Komisi
I DPR, T.B Hasanudin, Sekjen
Kemhan, Marsdya TNI Eris Harryanto,
Direktur SDM Universitas Pertahanan
Marsma TNI, Suparman Djapri, dan
Panglima Komando Sektor Hanudnas
III, Marsma TNI Bonar Hutagaol.
Sumber : DMC

Kemhan Pastikan Beli Pesawat Intai Tanpa Awak dari Filipina


ARMIN WEIGEL / AFP
Pesawat tanpa awak milik Jerman tengah mendarat.

Jurnas.com | KEMENTERIAN Pertahanan memastikan pengadaan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau pesawat terbang tanpa awak (PTTA) dari Kital Philippine Corp. Indonesia tinggal melakukan pembayaran uang muka untuk pengadaan pesawat intai tersebut.

“Kita tinggal bayar uang muka. Baru mereka memproduksi dan datang ke Indonesia,” kata Sekjen Kementerian Pertahanan (Kemhan) Marsdya TNI Eris Herryanto usai menghadiri pertemuan Menhan RI dengan delegasi US-Asean Bussiness Council di Kemhan Jakarta, Rabu (8/2).

Sebelumnya pengadaan UAV ini disebut-sebut dari Israel. Sebagian anggota DPR RI menolak karena Israel dianggap kerap melakukan pelanggaran HAM. Eris meminta masyarakat tidak mempersoalkan hal tersebut, karena dalam prakteknya teknologi saat ini bersifat global.

Dia mencontohkan teknologi panser Anoa buatan PT Pindad yang bermesin buatan Perancis. “Jadi kita tidak bisa bilang itu buatan mana. Yang pasti kami membelinya dari Kital Filipina,” kata Eris. Saat ini Kemhan akan meyakinkan DPR terkait rencana pengadaan itu.

“Pengadaannya sudah pasti, tinggal meyakinkan Komisi I karena ada hal-hal yang harus disetujui oleh Komisi I,” katanya. Sebelumnya, Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma TNI Azman Yunus menyatakan pengadaan UAV ini baru diajukan ke Kemhan dan belum ada proses apapun.
 
sumber : JURNAS

Pembelian leopard 2a6 itu Hak Indonesia

Jakarta - Duta Besar Amerika Serikat
untuk Indonesia Scot Marciel
mengatakan rencana Kementerian
Pertahanan untuk mendatangkan tank
tempur utama jenis Leopard 26A
merupakan hak pemerintah Indonesia.
"Saya tidak dalam posisi yang tepat
untuk mengomentari hal itu, semuanya
terserah kepada pemerintah Indonesia,"
kata Marciel usai bertemu dengan
Menteri Pertahanan Purnomo
Yusgiantoro di Kementerian
Pertahanan, Jakarta, Rabu (8/2).
"Tadi menteri menjelaskan tentang
beberapa rencana untuk pembelian
alutista, namun sifatnya umum, tidak
ada yang spesifik," kata Marciel.
Marciel mengatakan pertemuannya
dengan Menteri Pertahanan,
merupakan kegiatan rutin, sekaligus
mendampingi Dewan Bisnis AS-ASEAN
dalam rangka mempererat hubungan
kedua pihak.
Menurut Marciel, Amerika Serikat tetap
membuka peluang kerja sama militer
dengan Indonesia, termasuk untuk
sektor industri pertahanan serta operasi
pemeliharaan perdamaian bersama.
"Akan datang pejabat senior dari
Kementerian Pertahanan AS ke
Indonesia, dalam rangka sosialisasi
strategi pertahanan AS. Kami juga ingin
mengkonsultasikannya dengan
Indonesia," kata Marciel.
Kepala Pusat Komunikasi Publik
Kemenhan Brigjen Hartind Asrin pekan
lalu memastikan kedatangan Dirjen
Strategi Pertahanan Pentagon yang
dijadwalkan pada Kamis (9/2).
Hartind mengatakan tujuan utama
kedatangannya secara khusus
memenuhi undangan Pusat Komunikasi
Publik Kemenhan, hak itu secara tidak
langsung membantah tentang adanya
agenda penguatan kerja sama atau
membahas pembelian alat utama sistem
persenjataan (alutsista) dalam
kunjungan.
"Orang ini kami undang untuk memberi
materi saja. Tak ada pembicaraan
pembelian senjata atau strategi
lainnya," kata Hartind.
Sumber : Media Indonesia

Airbus Tunjuk PTDISebagai ProdusenTunggal C212-400

9 Februari 2012, Bandung: PT
Dirgantara Indonesia (PTDI) telah
ditunjuk oleh Airbus Military
sebagai produsen tunggal
pesawat C212-400 satu-satunya
di dunia.
Asisten Direktur Utama Bidang
Sistem Manajemen Mutu
Perusahaan PTDI, Sonny Saleh
Ibrahim, dalam penjelasannya
kepada ANTARA News, Kamis
(9/2 ), mengatakan saat ini
seluruh fasilitas produksi untuk
C212- 400 telah dipindahkan dari
San Pablo, Spanyol, ke PTDI di
Bandung.
"Airbus Military selanjutnya akan
fokus pada pembuatan pesawat
terbang berbadan lebar AM-400
yang sekelas dengan C-130
Hercules," kata Sonny yang
mengungkapkan dasar kerjasama
pemindahan industri Airbus
Military dari Eropa ke Indonesia
itu sudah ditandatangani kedua
pihak pada tahun 2006 dan
diperbaharui tahun 2011.
Sonny menjelaskan, "Airbus
Military sebelumnya EADS
(European Aeronautic Defence
and Space Company) konsorsium
Airbus bersama Perancis, Jerman
dan Inggris yang didirikan tahun
1999, dan kemudian memasukkan
pula CASA (Construcciones
Aeronuticas SA) sehingga nama
CASA pun melebur menjadi
Airbus."
Perkembangan terakhir, CASA
dijadikan produsen untuk seluruh
pesawat Airbus untuk
penggunaan militer.
Pesawat C212-400 merupakan
versi terakhir dari pesawat
C212- 200 yang sudah dikerjakan
PTDI sejak tahun 1980-an. Dalam
pengerjaan C212- 400, tidak beda
halnya dalam pengerjaan
C212- 200 yang sudah terlebih
dahulu dikerjakan tersebut.
Tenaga yang diperlukan lebih
banyak untuk menangani
pekerjaan-pekerjaan seperti pre-
cutting, hand forming dan
pekerjaaan lainnya dibagian sheet
metal forming, dimana pekerjaan
tersebut tidak terlalu banyak
melibatkan bagian machining.
Pesawat C212-400 merupakan
pesawat untuk jarak pendek,
penumpang maksimum 26 orang
yang dirancang sebagai pesawat
multiguna sipil dan militer.
Pesawat ini mempunyai
dayaangkut maksimum hingga
2.950 kg dan ditenagai dua mesin
Garret TPE 331-12JR- 701C dan
kecepatan maksimum 200 knots..
Salah satu keunggulan pesawat
ini dibandingkan dengan pesawat
lain sekelasnya adalah C212- 400
memiliki pintu belakang (ramp
door), kabin lebih tinggi dan
dayaangkut lebih besar. Pesawat
ini juga dapat dipasangi tanki
bahan bakar tambahan sehingga
pesawat dapat terbang lebih
jauh.
Perbedaan pesawat C212- 400
dibanding C212- 200 antara lain
interior lebih luas karena lebih
panjang, dilengkapi wing tip untuk
memperkecil hambatan udara
(drag), sistem avionic lebih
modern, yaitu dilengkapi dengan
EFIS (Electronic Flight Instrument
System) dan sistem data mesin
terpadu (Integrated Engine Data
System).
Pesanan perdana datang dari
C212- 400 datang dari PT. Airfast
Indonesia satu unit, pada bulan
Februari 2009, pada Agustus
2011, PTDI melakukan
penandatanganan kontrak
penjualan dengan T.K .S Thailand
sebanyak satu unit pesawat.
Pengadaan satu unit pesawat
C212- 400 ini, merupakan bagian
dari kebutuhan total T.K .S
Thailand sebanyak 12 unit, dua di
antaranya sudah dikirimkan dari
Airbus Military.
Dari kebutuhan T.K .S sebanyak
12 unit tersebut, sebelumnya
sebanyak 2 unit pesawat telah
dipenuhi oleh Airbus Military, dan
sisa kebutuhan selanjutnya akan
dipenuhi oleh PTDI.
Selain itu, PTDI tahun lalu telah
mengirimkan tiga pesawat CN-235
versi intai maritim untuk Badan
Penjaga Pantai Korea Selatan
(Korea Coast Guard), dari total
empat pesanan. Pesanan terakhir
akan dikirimkan Maret
mendatang.
Sumber: ANTARA News

DPR Sikapi Kedatangan Pejabat Pentagon Ke Indonesia

Jakarta - Kementerian Pertahanan
hari ini kedatangan tamu istimewa,
pejabat Departemen Pertahanan
Amerika Serikat atau lebih tenar
dengan istilah Pentagon. Selain
memberikan kuliah umum pada
pejabat Kemenhan, juga untuk
meningkatkan kerja sama pertahanan
dua negara.
Kedatangan pejabat Pentagon ke
tanah air juga menjadi perhatian para
wakil rakyat. Wakil Ketua DPR RI,
Pramono Anung menilai, pertemuan
itu menunjukkan, mau tak mau AS
berkepentingan dengan isu keamanan
di wilayah Australia dan Asia. "Tapi
apapun keberadaan mereka tidak
boleh ada yang mengganggu
kedaulatan bangsa kita," kata Pram di
Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta,
Kamis 9 Februari 2012.
Pram mengakui, posisi tawar
Indonesia tak sekuat AS. "Posisi kita
jelas rapuh, sementara Amerika
punya posisi tawar menawar yang
kuat, apalagi mereka punya pusat
pertahanan di Australia," kata dia.
Pramono menambahkan, mau tak
mau kita harus mengaitkan
keberadaan pangkalan AS itu dengan
isu Papua.
Namun, dia menambahkan, bukan
berarti Indonesia lemah. Pramono
mengatakan, Indonesia memiliki
pertahanan yang kuat, yang juga
dibutuhkan AS. RI juga punya posisi
strategis. "Apapun AS dalam
persoalan geopolitik, Asia, Australia,
pasti sangat mempertimbangkan
negara Indonesia. Jadi saya melihat
posisi kita sangat kuat," kata dia.
Apalagi, Indonesia adalah negara
demokrasi terbesar keempat. "Dan
kita negara muslim terbesar, dan itu
perhitungan geopolitik Amerika
sangat diperhitungkan."
Soal agenda pertemuan siang ini
Pram mengaku tak tahu pasti.
Namun, ia menyatakan dukungan jika
Kemenhan bicara soal pengadaan alat
utama sistem senjata (alutsista)
dengan Pentagon.
Politisi PDIP itu menjelaskan,
berdasarkan laporan dari Komisi
Pertahanan DPR, pengadaan alutsista
RI dulu sempat terganggu embargo
AS. Saat ini embargo tersebut telah
dicabut. Akibatnya, "Indonesia perlu
alat-alat itu. Jadi kalau isu ini dibahas
di pertemuan nanti tidak ada yang
salah. Karena kita memang
memerlukan mereka dan kita juga
tahu banyak radar-radar kita
terutama di garis depan, di
perbatasan sangat lemah," kata dia.
Radar yang lemah itu, Pramono
menambahkan, membuat pertahanan
kita sangat mudah dimasuki oleh
asing. "Baik di udara maupun laut.
Dan sudah terbukti beberapa kali
radar kita tidak bisa mendeteksi sama
sekali."
Karena membutuhkan radar yang
kuat, mau tak mau kita membeli
peralatan dari AS. Apalagi, saat ini,
alutsista dari seluruh dunia
tergantung pada dua negara yaitu AS
dan Israel.
Sumber : Vivanews

RI Berencana Beli 8 Unit Helikopter Apache Buatan AS



AH 64 Apache

ah64-apache

9 Februari 2012, Jakarta: Pemerintah berencana untuk membeli sejumlah helikopter tempur jenis Apache dari Amerika Serikat. Hal itu dilakukan untuk menambah kekuatan alat utama sistem persenjataan (alutsista). "Kalau tidak salah sebanyak delapan unit," kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di kantornya, Kamis, 9 Februari 2012.

Menurut dia, pengadaan delapan unit helikopter tempur jenis Apache itu bukan karena ditawarkan begitu saja oleh pihak Amerika kepada pemerintah Indonesia. Rencana pembelian helikopter sejumlah itu dilakukan sesuai dengan kebutuhan Indonesia. "Mereka tidak menawarkan, kita yang mencari," ujar Sjafrie.

Namun, ia menambahkan, hingga kini belum ada deal antara pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat ihwal pembelian helikopter tempur tersebut. Sejauh ini, yang sudah disepakati adalah pembelian pesawat tempur jenis F16 dari Amerika Serikat. "Kita semua tahu yang F16 sudah deal," katanya.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan saat ini banyak proyek pengadaan alutsista. Jenis alutsista yang dibeli Indonesia pun beragam, ada yang bergerak dan ada yang tidak bergerak. Yang jelas, pemerintah mengusahakan agar pembelian senjata tersebut sesuai dengan kebutuhan. "Prosesnya dari user (TNI AD, TNI AL atau TNI AU), ke Mabes TNI, baru ke Menhan. Dari situ (baru) ada pembelian," kata Purnomo.

Seperempat Anggaran Pertahanan untuk Alutsista

Pemerintah tahun ini telah menganggarkan seperempat dari seluruh total anggaran pertahanan untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista). "Kurang lebih 25 persen dari alokasi anggaran sebesar Rp 74 triliun," kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di kantor Kementerian Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis, 9 Februari 2012.

Menurutnya 52 persen dari total alokasi anggaran tahun ini sudah ditujukan untuk kebutuhan belanja pegawai, seperti membayar gaji. "Sisanya untuk belanja barang dan modal, khususnya alutsista," ujar Sjafrie.

Sebelumnya Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengakui saat ini banyak proyek pengadaan alutsista. Jenis alutsista yang dibeli Indonesia pun beragam, ada yang bergerak dan ada yang tidak bergerak. Tapi pemerintah mengusahakan agar pembelian senjata sesuai dengan kebutuhan. "Prosesnya dari pengguna (TNI AD, TNI AL atau TNI AU), ke Mabes TNI, baru ke Menhan. Dari situ baru ada pembelian," kata Purnomo.

Sumber: TEMPO

Kata Ilham Habibie, Beli Pesawat Intai Berlebihan

IAI Heron 1 UAV in flight

TEMPO.COJakarta- Rencana pembelian pesawat intai (unmanned aero vehicle) atau pesawat UAV dinilai terlalu berlebihan. Salah satu petinggi Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia Ilham Akbar Habibie menyatakan Indonesia seharusnya mampu menciptakan sendiri pesawat seperti itu. 

"Indonesia harus lebih berani mengembangkan teknologi sendiri, jangan hanya beli-beli saja dari luar," ujarnya ketika ditemui wartawan di Istana Wapres, Selasa (7/2). Bagi putra mantan presiden RI BJ. Habibie itu sudah saatnya Indonesia tidak lagi bergantung pada pihak lain. "Paling tidak terhadap teknologi-teknologi kunci seperti UAV itu," katanya. 

Lebih lanjut Ilham menyatakan Indonesia memang sangat membutuhkan pesawat UAV. Baginya, pesawat jenis ini memiliki masa depan yang lebih baik. "Pesawat seperti itu makin banyak dipakai, karena biayanya murah dan memiliki risiko rendah," tuturnya. Apalagi, menurutnya, pesawat UAV memiliki fleksibilitas yang sangat bagus. "Jadi tidak ada salahnya jika kita memiliki program nasional seperti pesawat UAV yang kita kembangkan sendiri." 

Kebutuhan akan pesawat UAV muncul saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI beberapa waktu lalu. Kemudian sempat muncul pilihan pesawat produksi industri dari Israel yang akan dipilih TNI AU.
 
sumber : TEMPO