Senin, 06 Februari 2012

EVALUASI DAN PROYEKSI MANCANEGARA RI Selalu Terapkan Politik Luar Negeri Abu-abu

JAKARTA (Suara Karya): Posisi geografis Indonesia yang terletak pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra, ditambah potensi sumber daya alam serta faktor demografi atau penduduknya, seharusnya menjadi nilai tawar yang tinggi bagi peran diplomasi Indonesia di kancah dunia internasional.

Namun sayangnya, dalam berbagai kesempatan, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) sebagai garda terdepan diplomasi negara selalu saja mengambil posisi di tengah-tengah dan abu-abu (grey politics) untuk semua kekuatan. Tidak pernah mengambil suatu keputusan yang tegas untuk banyak persoalan penting.
"Selalu diasumsikan Indonesia memang dalam posisi tidak boleh bersikap tegas dan jelas karena persahabatannya dengan semua pihak. Ini yang selalu kita amini sebagai posisi umum politik luar negeri Indonesia," kata Direktur Eksekutif ASEAN Inter-Parliamentary Myanmar Caucus (AIPMC) Agung Putri Astrid, di Jakarta, baru-baru ini.
Agung melihat sikap tegas seperti gertakan diplomatik memutus hubungan kerja sama tidak pernah dilakukan. Yang terjadi, hanya berhenti pada pengiriman nota protes diplomatik. Pertanggungjawaban yang ada dari pemerintah nyaris hanya permohonan maaf.
DPR juga mencatat ada beberapa titik kelemahan Kemlu sebagai pusat aktivitas hubungan internasional bagi kebutuhan negara sehingga menjadi terkesan lemah dan tidak konstruktif. Misalnya saja, soal perlindungan warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri.
"Ada beberapa kasus yang kita tekankan agar Kemlu lebih care mengurus WNI di luar negeri, terutama mereka yang memiliki masalah di luar negeri," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Ahmed Zaki Iskandar Zulkarnain, kepada Suara Karya, di Jakarta, Jumat (9/12).
Belum lagi persoalan perbatasan. Meski Zaki mengakui bahwa masalah perbatasan tidak bisa dibebankan semuanya kepada Marty Natalegawa sebagai Menlu, namun jika masalah itu bisa diselesaikan dalam periode ini, tentunya DPR sangat mengapresiasi.
"Soal itu (perbatasan--Red) tidak bisa serta merta disalahkan di periode Pak Marty. Sebab, soal perbatasan adalah kasus berkelanjutan dari periode-periode sebelumnya," ujarnya.
Perbatasan

Yang pasti, kata Zaki, Kemlu harus berfokus dalam masalah perbatasan. "Sebab, selama ini masalah perbatasan adalah salah satu titik lemah dari Kemlu yang dilihat oleh DPR," katanya.
Di samping itu, soal masih adanya pos-pos kosong Kedutaan Besar (Kedubes) RI di sejumlah negara juga menjadi catatan DPR agar Kemlu segera mengisi pos-pos tersebut. "Ada sistem birokrasi yang harus dipangkas di Kemlu, seperti tingkat pengajuan calon duta besar ke Presiden yang harus dipercepat agar pos-pos dubes yang kosong bisa langsung cepat terisi," kata Zaki menambahkan.
Dalam sidang kabinet paripurna, Jumat (2/12), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginstruksikan jajarannya di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II untuk melaporkan capaian selama tahun 2011. "Laporan itu cukup dibuat secara ringkas, yang penting betul-betul melaporkan apa yang dicapai, apa yang belum dicapai, mengapa dan solusi seperti apa. Pertengahan Januari 2012, saya harap laporan itu sudah saya terima dan tembusannya ke Wapres dan Kepala UKP4. Ini penting," ujarnya.
Kemlu sendiri melalui Juru Bicara Michael Tene kepada Suara Karya, Jumat (9/12), mengatakan, laporan tahunan kepada Presiden adalah hal yang rutin.
"Kemlu sedang dalam proses mempersiapkan laporan tersebut. Tentunya laporan yang terkait dengan tugas Kemlu. Saya tidak bisa bicarakan detail laporannya ke media massa karena laporannya langsung akan disampaikan ke Presiden. Yang pasti, secara umum laporannya akan bicara soal tugas-tugas luar negeri," ujarnya.
Sejauh ini, menurut Michael, dalam capaiannya, Kemlu berfokus pada empat aspek yang dilakukan; kerja sama bilateral dengan negara-negara sahabat, kerja sama regional kawasan seperti kerja sama di ASEAN, kerja sama yang sifatnya multilateral seperti di PBB dan G-20 serta penanganan isu-isu khusus seperti masalah perundingan perbatasan dan perlindungan WNI di luar negeri.
Khusus soal perlindungan WNI di luar negeri, Michael mengatakan, Kemlu selalu memberi perhatian bagi WNI, baik mereka yang sifatnya menjadi korban penganiayaan dan tindak pidana atau dituduh sebagai pelaku dalam kejahatan di luar negeri.
"Kita terus melakukan upaya semaksimal mungkin. Kalau proses hukumnya sudah tuntas, kita lakukan upaya diplomasi, misalnya kita melakukan pendekatan permohonan pengampunan atau grasi negara terkait," katanya.
Menyangkut soal perbatasan, hal itu diakui Michael sebagai salah satu prioritas yang menjadi fokus Kemlu. "Kita terus mengintensifkan perundingan-perundingan perbatasan dengan harapan bisa menyelesaikan batas-batas negara kita dengan negara-negara tetangga," ujarnya.
Seperti diketahui, perbatasan identik dengan wilayah teritorial dan kedaulatan suatu negara. Bagi sebuah negara yang terdiri dari sekitar 17.500 pulau seperti Indonesia, persoalan penetapan perbatasan negara sangat tinggi relevansi dan urgensinya terhadap upaya pemeliharaan integritas wilayah.
Sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia mempunyai perbatasan laut dengan sepuluh negara, yaitu Australia, Filipina, India, Malaysia, Palau, Papua Nugini, Singapura, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam. Adapun wilayah darat Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste.
Sejauh ini, penetapan batas wilayah Indonesia dengan negara tetangga belum sepenuhnya tuntas. Dari semua wilayah perbatasan Indonesia, baru perbatasan dengan Australia dan Papua Nugini saja yang sudah selesai.
Misalnya saja, soal perundingan batas wilayah Indonesia dengan Malaysia yang berlarut-larut, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq melihat, dalam berunding, Kemlu selalu melakukan soft diplomacy melalui meja perundingan, sementara pihak Malaysia melakukan buying time diplomacy.
Bahkan tidak tanggung-tanggung, Malaysia juga berani melakukan pendudukan secara efektif daerah perbatasan yang menjadi sengketa.
Mengenai ekonomi, Indonesia sebaiknya sudah menyiapkan langkah antisipatif untuk menangkal imbas krisis utang zona euro karena Bank Indonesia (BI) memperkirakan krisis itu masih akan berlanjut hingga tahun depan.
Deputi Gubernur BI Muliaman Hadad mengungkapkan, terkait dengan kemungkinan belum berakhirnya krisis utang yang membelit sejumlah negara di zona euro. "Kami masih perkirakan krisis Eropa itu akan tetap terjadi. Ya, kita lihatlah nanti," katanya.
Namun, Muliaman belum dapat memperkirakan bagaimana pengaruh krisis Eropa dan AS terhadap ekspansi valas perbankan nasional. (M Kardeni)

Sumber : suarakaryaonline.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar