Senin, 26 Maret 2012

Tentang Pelayanan Perwakilan RI di Pakistan 1947 - 2009

  1. Umum
    Kontak dan hubungan antara bangsa Indonesia dan Pakistan telah berlangsung sejak sebelum zaman kemerdekaan. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan oleh Bapak Bangsa Indonesia, Ir. Soekarno dan Dr. Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Selang dua tahun kemudian, 14 Agustus 1947, Negara Pakistan lahir dalam peta dunia. Sebelum kedua negara merdeka, kedua Bapak Bangsa, Ir. Soekarno dan Quaid-e-Azam Mohammad Ali Jinnah telah menjalin kerjasamanya dalam perjuangan membebaskan negara masing-masing dari penjajahan.
    Setelah tahun 1945, Pihak Belanda dengan membonceng pasukan sekutu (Umumnya terdiri dari British-Indian Forces) merencanakan ingin kembali menjajah Indonesia. Muhammad Ali Jinnah, pemimpin All India Muslim League dan pendiri negara Pakistan, menurut Sejarahwan Pakistan, Allama Noor Ahmed Quadri, pada bulan Nopember 1945, menyerukan orang-orang Islam di anak Benua untuk menyambut himbauan Presiden Soekarno terhadap para pemimpin Islam dunia untuk mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.
    Sebagai respon atas seruan tersebut, sekitar 600 orang Pakistan yang tergabung dalam tentara sekutu  membelot dan bergabung dengan tentara Indonesia dalam perang kemerdekaan. Sekitar 500 orang dari mereka gugur di medan perang, sebagian lainnya yang masih hidup ada yang kembali ke Pakistan dan ada pula yang menetap di Indonesia.
    Pada akhir Agustus 1947, Ali Jinnah memerintahkan untuk menahan pesawat-pesawat pengangkut persenjataan dan perlengkapan militer Belanda yang transit di Bandara Karachi dalam perjalanan menuju Indonesia. Pesawat-pesawat tersebut membawa perlengkapan senjata Belanda untuk mendukung aksi agresi militer terhadap Indonesia yang mereka sebut "Police Action" 21 Juli 1947. Menteri Luar Negeri Pakistan yang melaksanakan perintah penahanan pesawat Belanda pada saat itu, Sir. Zafarullah Khan menyatakan, apa yang dilakukan oleh Belanda tersebut sangat menghina hati Bangsa-bangsa di Asia (The Dutch Action an affront to the soul of Asia).
    Pada peringatan Ulang Tahun Emas Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1995. Pemerintah Indonesia memberikan penghargaan “Independence War Awards” kepada mantan tentara-tentara Pakistan yang masih hidup, dan juga memberikan penghargaan tertinggi “Adipurna”  kepada Bapak Bangsa Pakistan Quaid-e-Azam Mohammad Ali Jinnah dan Pemerintah Pakistan.
    Sebaliknya, bantuan Indonesia kepada Pakistan pada perang tahun 1965 melawan India, tidak pemah dilupakan oleh Pakistan, bahkan hingga kini sering muncul pujian dari para pejabat Pakistan tentang bantuan Indonesia tersebut yang dinilainya sebagai hal yang luar biasa. Peristiwa tersebut tercatat dalam sejarah Bangsa Pakistan.
    Perjalanan sejarah yang demikian membentuk hubungan emosional antara kedua bangsa yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai pengembangan hubungan yang lebih substansial.
    Catatan ini tidak hanya dimaksudkan untuk mengungkapkan perkembangan hubungan Indonesia - Pakistan dari masa ke masa, namun juga akan memberikan gambaran yang bersifat deskriptif tentang keberadaan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Pakistan sejak berdirinya hingga tahun 2005. Selain itu dimaksudkan pula sebagai sarana untuk menghimpun dokumen-dokumen yang pernah ada, khususnya mengenai perjanjian dan persetujuan kerjasama yang pernah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Pakistan selama kurun waktu tersebut.
  2. Pembukaan Kantor Perwakilan RI Di Pakistan
    Tatkala negara Pakistan berdiri pada tanggal 14 Agustus 1947, bangsa Indonesia sedang berjuang untuk mempertahankan kemerdekaannya dengan menentang agresi militer Belanda pertama. Perjuangan tersebut dilakukan di semua front dengan berbagai cara yang mungkin dapat dimanfaatkan. Sementara Tentara Nasional Indonesia yang didukung oleh rakyat berjuang di medan laga, para pemimpin lainnya melakukan perjuangan politik, baik di tanah air maupun di kancah dunia internasional.
    Dalam rangka lebih mengintensifkan perjuangan politik itu, Departemen Luar Negeri mengaktifkan kegiatan diplomasinya yang antara lain dengan membuka beberapa kantor perwakilan di sejumlah negara dalam bentuk "Representatives Office", termasuk di Karachi, Ibukota negara Pakistan pada waktu itu. Secara politik dan kultural, Pakistan cukup dekat dengan Indonesia, dan secara geografis, posisinya sangat strategis karena Karachi pada saat itu merupakan lintas jalur internasional, baik melalui laut maupun udara.
    Kantor Perwakilan RI pertama untuk Pakistan dibuka pada bulan Oktober 1947 di Karachi, yaitu setelah dua bulan berdirinya negara Pakistan, dengan Kepala Perwakilan RI pertama dipimpin oleh Mr. Idham.
    Pada saat itu, Mr. Idham membuka kantor Perwakilan RI di sebuah kamar kecil di "Hotel Carlton" yang terletak tidak jauh dari stasiun Kereta Api Karachi. Sementara itu, bagian kecil (portion) dari sebuah bangunan tua "Changla House" di daerah Old Cliffton, dijadikan sebagai kediamannya.
    Pada awalnya Mr. Idham bekerja sendirian, beberapa waktu kemudian beliau mendapat bantuan dua orang staf lokal, masing-masing Sdr. Zakaria Arshad dan Sdr. Haluddin Lubis, yang pemah belajar di Jamia Millia Islamiah, New Delhi, India.
  3. Dari Representative Menjadi Kedutaan Besar
    Setelah Belanda mengakui kedaulatan Negara RI pada tanggal 27 Desember 1949, Pemerintah RI menetapkan untuk meningkatkan perwakilannya di Pakistan dari tingkat "Representative" menjadi "Kedutaan Besar" yang dipimpin oleh seorang Duta Besar. Sebagai persiapannya, Mr. Idham menyewa tempat yang cukup besar, yaitu satu bagian dari "Nadir House", gedung yang terletak di Mc Leod Road, untuk dijadikan kantor Kedutaan Besar RI.
    Beberapa bulan setelah mendapatkan tempat untuk dijadikan kantor Kedutaan Besar RI, Departemen Luar Negeri mengirim tambahan seorang staf diplomatik ke Karachi yaitu R. Sumarjo yang tiba di Karachi pada bulan Pebruari 1950, yang sekaligus menjabat sebagai Kepala Bidang Penerangan pertama.
    Pada bulan Pebruari 1950 itu pula, Presiden Soekamo mengadakan kunjungan dua hari ke Pakistan. Kunjungan ini, merupakan kunjungan kepala Negara asing kedua ke Pakistan setelah Shah Iran, Mohammad Reza Shah Pahlavi. Selain itu terdapat dua kunjungan penting yang berlangsung pada masa Mr. Idham, yaitu:
    Delegasi Pakistan dipimpin oleh Chaudhry Nazir Ahmad Khan ke Indonesia pada bulan Desember 1949, untuk menghadiri perayaan pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda kepada pemerintah Indonesia.
    Delegasi Indonesia pimpinan Prof. Kahar Muzakkir untuk menghadiri konferensi Muktamar Alam Islami di Karachi pada tanggal 30 Desember 1949 - 2 Januari 1950.
    Hubungan diplomatik tingkat Duta Besar antara Indonesia dan Pakistan dimulai pada tahun 1950, yang ditandai dengan pengangkatan Duta Besar RI pertama untuk Pakistan yaitu Dr. R. Sjamsudin, yang tiba di Karachi pada bulan April 1950 menggantikan Kepala Representative, Mr. Idham. Penunjukkan Duta Besar DR. R. Sjamsudin menandai awal pembukaan Kedutaan Besar RI di Pakistan.
    Sementara itu pada saat yang hampir bersamaan, Pakistan juga mengangkat Dr. Omar Hayat Malik sebagai Duta Besar Pakistan pertama untuk Republik Indonesia yang memulai tugasnya di Jakarta pada tanggal 1 Juni 1950. Kantor Kedutaan Besar RI yang berada di Nadir House akhimya dinilai kurang memadai untuk sebagai ruang kerja staf KBRI yang jumlahnya semakin bertambah.
    Oleh karena itu Duta Besar Dr. Raden Tirtawinata sebagai Duta Besar kedua di Pakistan memutuskan mencari bangunan yang lebih besar yaitu mendapatkan gedung Pakistan Employee Cooperative Housing Society (PECHS) pada bulan Juli 1953. Beberapa waktu kemudian kantor Kedutaan Besar RI pindah lagi ke gedung yang baru di Clifton E-1/5, yaitu sebuah gedung yang dibangun sendiri di alas tanah yang telah dibeli oleh Pemerintah RI.
  4. Dari Karachi Ke Islamabad
    Sejalan dengan dipindahkannya pusat pemerintahan Pakistan dari Karachi ke Islamabad pada tahun 1967, maka kantor Kedutaan Besar RI di Karachi dipindahkan pula ke Islamabad yang pelaksanaannya dilakukan pada tanggal 1 September 1967.
    Kedutaan Besar RI di Islamabad pertama kali menempati sebuah gedung sewaan, yaitu di rumah No. 218 dan 223, Street No. 1, Shalimar, F-6/3 Islamabad hingga akhir Agustus 1971. Kemudian kantor Kedutaan Besar RI pindah lagi ke rumah No. 10 dan 12, Street No. 4, F-6/3 Islamabad.
    Setelah 15 tahun sejak pindahnya Kedutaan Besar RI ke Islamabad, maka dimulailah pembangunan gedung KBRI yang terletak di Diplomatic Enclave 1, Street No. 5, ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Kepala Perwakilan RI ke sebelas, yaitu Duta Besar Fawzi Abdul Rani pada tanggal 20 Mei 1982 dan mulai ditempati pada 24 Mei 1984 hingga sekarang.
    Sedangkan Wisma Duta dibangun pada tanggal 8 Juni 1991 yang juga ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Kepala Perwakilan RI ke tiga belas, yaitu Duta Besar Drs. Karyadi Sindunegoro. Bangunan Wisma Duta selesai dibangun dan diresmikan pemakaiannya oleh Menko Kesejahteraan Rakyat, Supardjo Rustam, pada tanggal 29 Juli 1992.
    Untuk membangun kantor KBRI dan Wisma Duta tersebut, Pemerintah RI menyewa sebidang tanah hak pakai pada tahun 1962 seluas 14.000 yard persegi dengan harga Rs. 280.000,- (Dua ratus Delapan puluh ribu rupees). Sedangkan blue print pembangunan gedung-gedung tersebut dibuat oleh PT Perentjana Djaja. Tanah yang ditempati oleh gedung Kedutaan Besar RI ini mempunyai status sewa jangka panjang selama 100 tahun.
    Dengan telah pindahnya Kedutaan Besar RI ke Islamabad, maka selanjutnya Pemerintah RI menetapkan pembukaan kantor Konsulat RI di Karachi pada bulan April 1971 dengan R. Santoso Hurip sebagai Konsul pertama. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya, Konsulat RI memanfaatkan gedung yang semula digunakan untuk Kedutaan Besar RI.
    Sejalan dengan semakin meningkatnya tugas-tugas Konsulat RI dan seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan dan permasalah-permasalahan lain yang perlu ditangani, maka Konsulat RI ditingkatkan menjadi Konsulat Jenderal RI pada tanggal 18 Agustus 1993 dengan Keputusan Menteri Luar Negeri No. OT/SK.1O3/93/01 dan mempromosikan Istadi Adisamudjo dari Konsul RI menjadi Konsul Jenderal RI pertama di Karachi.
  5. Pelayanan Perwakilan
    • FUNGSI POLlTIK
      • Mempertahankan dukungan Pakistan terhadap keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
      • Memperjuangkan dukungan Pakistan atas pencalonan RI di forum-¬forum multilateral.
      • Mengamati dan melaporkan perkembangan politik dalam dan luar negeri Pakistan yang berdampak terhadap kepentingan nasional RI.
      • Mengamati dan melaporkan perkembangan hubungan dan kerjasama Pakistan dengan negara-negara di kawasan, seperti Sri Lanka, Bangladesh dan negara kawasan Asia Selatan lainnya.
    • FUNGSI EKONOMI
      • Mengupayakan implementasi berbagai komitmen kerjasama bilateral RI-Pakistan seperti yang tertuang dalam MoU dan Agreement yang telah ditandatangani kedua negara di samping terus menjajaki peluang-peluang kerjasama baru kedua negara.
      • Meningkatkan dan mendapatkan kemudahan akses pasar bagi produk-produk ekspor RI di Pakistan.
      • Memberikan informasi mengenai peluang usaha dan peluang pasar bagi produk Indonesia di Pakistan.
      • Melakukan promosi mengenai peluang-peluang investasi di Indonesia termasuk bidang-bidang infrastruktur.
    • FUNGSI SOSIAL BUDAYA DAN PENERANGAN
      • Meningkatkan citra positif Indonesia di Pakistan dengan melakukan kegiatan-kegiatan penerangan secara teratur dan berkesinambungan.
      • Meningkatkan kerjasama di bidang pendidikan yang selama ini telah terjalin melalui pemberian beasiswa kepada calon-calon mahasiswa Indonesia.
      • Mendorong pertukaran kegiatan-kegiatan sosial budaya dan pariwisata serta membangun kerjasama pariwisata antara biro perjalanan wisata Indonesia dan Pakistan.
      • Meningkatkan people to people contact, melalui berbagai kegiatan sosial budaya dan pariwisata.
    • FUNGSI PROTOKOL DAN KONSULER
      • Memberikan pelayanan konsuler kepada Warga Negara Indonesia (WNI) yang mengalami masalah kekonsuleran di Pakistan.
      • Memberikan bantuan hukum kepada WNI atau Badan Hukum Indonesia (BHI) yang berurusan dengan hukum di Pakistan atau pemulangan nelayan WNI yang terdampar di Pakistan.
      • Membantu realisasi penandatanganan perjanjian bebas visa dinas/diplomatik RI-Pakistan dan memantau kemungkinan perjanjian Visa on Arrival bagi para pebisnis kedua pihak.
    • ATASE PERTAHANAN
      • Mendorong peningkatan kerjasama pertahanan dan keamanan dengan Pakistan, khususnya dalam pengamanan perbatasan kedua negara dari ancaman-ancaman baik yang datangnya dari kekuatan asing maupun ancaman non-tradisional seperti ancaman terorisme, penyelundupan senjata dan ancaman lainnya.
      • Menjajagi kemungkinan joint production untuk pengadaan peralatan keamanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar