Korea Utara
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kematian pemimpin Korea Utara Kim Jong-Il merupakan momentum bagi Indonesia untuk merangkul penggantinya Kim Jong-Un menuju masa depan yang lebih baik. Pandangan itu disampaikan pengamat internasional dari Universitas Padjajaran Bandung Teuku Rezasyah, Senin.
"Ini adalah momentum bagi Indonesia, yang memang memiliki hubungan baik dengan Korea Utara, untuk merangkul pemimpin baru negara itu dan membantu Korut membangun negaranya berdasarkan model demokrasi yang mereka yakini," kata Rezasyah saat dihubungi dari Jakarta, Senin (19/12).
Dia mengatakan dalam merangkul Korut, Indonesia hendaknya bersikap sama seperti ketika membangun hubungan baik dengan Myanmar. "Kita harus bersikap santun dan tidak memerintah atau mendikte mengenai apa yang harus mereka lakukan. Walau bagaimanapun sebuah model demokrasi tidak bisa dipaksakan ke negara lain. Biarkan Korut menerapkan prinsip demokrasi menurut versi mereka sendiri," katanya.
Ditanya mengenai kekhawatiran dunia internasional mengenai kemungkinan pergolakan politik di internal Korea Utara ataupun Kim Jong-Un sebagai pemimpin baru akan bertindak radikal dengan memulai perang, Rezasyah menjawab kecil kemungkinan itu akan terjadi.
"Untuk sementara rakyat dan petinggi Korut mungkin akan larut dalam kesedihan karena kehilangan pemimpin besarnya. Saya yakin Korut akan bersikap rasional dan memulai perang apalagi menggunakan nuklir adalah pilihan terakhir yang akan mereka buat," katanya.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Il meninggal dunia pada usia 69 tahun karena serangan jantung, kata media pemerintah mengumumkan Senin. Kantor Berita resmi Korea Utara (KCNA) mengatakan, pemimpin Kim "meninggal dunia akibat ketegangan jiwa dan fisik yang besar" pada pukul 08.30 waktu setempat, Sabtu pekan lalu, saat berada di dalam kereta.
Sumber : Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar