Jumat, 20 Juli 2012

Rektor Unhan: Dosen Al Araf berpijak di dua kaki

 Rektor Unhan: Dosen Al Araf berpijak di dua kaki
Al Araf
Pihak rektorat Universitas Pertahanan (Unhan) angkat bicara soal kasus Al Araf, salah satu staf pengajar yang dinonaktifkan sejak 17 Juli kemarin. Menurut Rektor Unhan Letjen (Purn) TNI Syarifuddin Tipe, Al Araf dinonaktifkan karena tidak komitmen dengan janji pertamanya yang akan mengkomunikasikan lebih dulu dengan pihak universitas sebelum membuat sebuah opini tentang kebijakan di Kementerian Pertahanan (Kemhan).

"Dia out of commitment, makanya kita tegur dengan cara yang lain," kata Syarifuddin kepada merdeka.com, Kamis (19/7).

Berikut isi wawancara lengkap merdeka.com dengan Syarifuddin Tipe: 

Bagaimana awal mulanya kasus Al Araf di Unhan?

Dua bulan yang lalu, yang bersangkutan pernah menulis soal Sukhoi, nah gara-gara itu saya ditelepon Menhan (Purnomo Yusgiantoro). Kata Menhan waktu itu, gimana dosen yang bernama Al Araf itu, bilangin kalau buat tulisan masalah kebijakan negara konsultasi dulu sama kita, lalu saya jawab baik pak saya sampaikan. Nah sepuluh hari setelah itu kita (pihak kampus) rapat termasuk dia. Saya sampaikan langsung di depan forum dan tanggapan dia saat itu baik dan siap komunikasikan. Artinya sebelum menulis akan berkomunikasi dengan kita dulu.

Lalu untuk kasus Al Araf yang kedua?

Beberapa waktu lalu muncul lagi tulisan dia soal tank Leopard, saya pun belum baca dan rasanya kita belum dikomunikasikan soal itu. Lalu kemarin banyak teman-teman media hubungi saya dan saya bilang kita nggak larang. Tapi sebelumnya saya cek dulu ke ketua Program Studi (kaprodi) dan memang benar dia melarang.

Alasan melarang lewat SMS pak?

Melarang yang dimaksud bukan nggak boleh nulis sama sekali. Tapi untuk memancing respon dia, karena dia itu kan berpijak di dua kaki. Di satu sisi dia ketua Imparsial, tapi di sisi lain dia juga sudah menjadi keluarga besar Pertahanan. Boleh jadi SMS itu adalah peringatan dari kaprodi dengan cara yang lain karena dia menulis lagi.

Benar karena tulisan kritis itu lantas dinonaktifkan?

Tidak juga, tapi karena dia melanggar komitmennya. Di kasus yang pertama kan dia sudah komitmen akan komunikasikan. Ini dia nggak sesuai komitmen awal.

Lalu penonaktifan itu sifatnya sudah permanen?

Nggak, orang nggak ada surat tertulis kok dari saya. Dan soal SMS itu, walaupun belum dikomunikasikan ke saya terlebih dulu, tidak masalah kaprodi SMS demikian, dengan harapan dia ingat pada janjinya pertama.

Apa penjelasan Pak kaprodi soal SMS itu?

Kata Pak kaprodi, memang saya melarang, biar saja pak biar dia bisa berkomunikasi dengan kita jangan sampai begitu. Sebenarnya ini sangat disayangkan harusnya komunikasikan ke dalam dulu dong ke dalam (internal) jangan langsung jual ke publik.

Sudah ada tanggapan Menhan soal masalah ini?

Menhan belum angkat bicara. Tapi ini pencegahan saja karena kita komit pada keputusan yang pertama itu.

Apa alasan Unhan, dosen tidak boleh mengkritik kebijakan Kemhan?

Silakan saja dia berkomentar apa pun kalau di depan kelas. Tapi kalau komentar yang sama disampaikan ke depan publik jadi beda dong. Mimbar akademik itu di depan kelas, tapi kalau dibawa ke ruang kelas itu menjadi milik bangsa dan negara dan menulis soal alutsista itu bukan ranah Unhan.

Sikap tegas kampus sebenarnya seperti apa?

Mestinya dia tahu diri masalah timbul karena tidak komit. Kita sudah cukup tolerir lindungi dia, sebab di kasus pertamanya dulu sebenarnya sudah ada senior yang bilang nggak usah diterima lagi. Tapi saya siap-siap saja, tetap saya usahakan bawa dalam forum akademik, daripada nyanyi di luar kita bina saja, dan kita pun masih positive thinking. Eh tahunya terulang lagi.

Akan ajak bicara lagi?

Ngapain, kan yang tidak komit itu dia. Ya biarin saja, meskipun prestasi dia memang cukup baik.

Sumber : http://www.merdeka.com/peristiwa/rektor-unhan-dosen-al-araf-berpijak-di-dua-kaki.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar