Parchim Class TNI AL (Formil Kask |
KRI Lambung Mangkurat merupakan salah satu di antara kapal-kapal perang bekas Jerman (Timur) yang harus diservis setelah sekian lama hanya mampu mengapung di dermaga Komando Armada RI Kawasan Timur (Armatim) Surabaya. Di belakang KRI Lambung Mangkurat masih ada sederetan kapal jenis yang sama, menunggu giliran untuk dikerek ke atas dok.
Konon, PT PAL Indonesia mendapat proyek perbaikan kapal-kapal bekas Jerman hanya sebagai subkontraktor. Menurut seorang perwira TNI AL, tender perbaikan armada bekas itu dimenangi oleh PT Mitra Bala Satya. Perusahaan rekanan Markas Besar (Mabes) TNI itu ternyata tidak memiliki peralatan yang memadai untuk me-repowering kapal sehingga kemudian disubkontrakkan ke PT PAL Indonesia.
Dari 39 unit kapal bekas Jerman yang dibeli Indonesia pada awal tahun 1993, 16 unit di antaranya berada di Armatim. Kapal itu terdiri dari 10 unit korvet atau kapal perusak kawal rudal tipe parchim, empat unit kapal pengangkut personel dan tank atau landing ship tank (LST) tipe frosch, dan dua unit kapal penyapu ranjau (mine sweeper) tipe condor. Parchim memperkuat Skadron Kapal Patroli, frosch melengkapi Skadron Kapal Amfibi, dan condor menjadi bagian Skadron Kapal Ranjau. Total jenderal kapal bekas Jerman yang masuk ke jajaran TNI AL terdiri dari 16 parchim buatan tahun 1981-1985, 14 frosch buatan tahun 1976-1979, dan sembilan condor buatan tahun 1971-1973.
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Bernard Kent Sondakh kepada Kompas menyebutkan, dari keseluruhan kapal bekas Jerman itu, enam korvet, dan empat LST telah mengalami penggantian mesin (repowering) dan sudah dapat beroperasi. Sisanya, enam korvet sedang dalam proses repowering sehingga pada Januari 2003 diharapkan sudah 12 korvet yang "hidup". Pada tahun yang sama, empat korvet dan lima LST dianggarkan untuk perbaikan tahap berikutnya. Dan dalam tahun 2004 lima korvet yang masih tersisa juga diharapkan sudah dapat berpatroli di perairan Indonesia.
ARMADA kapal bekas itu bukan hanya membutuhkan repowering dengan mengganti seluruh sistem pendorong. Untuk dapat beroperasi maksimal, berbagai sistem pendukung juga harus dipermak, seperti sistem listrik, sistem air, sistem udara, sistem navigasi, dan sistem persenjataan.
"Hampir seluruh bagian harus diperbaiki, tapi yang paling pokok adalah sistem pendorong dan sistem listrik. Sebelum dipasang mesin baru, kapal dinaikkan ke dok. Bagian bawah airnya juga diperiksa. Pelat yang sudah tipis diganti, kemudian as yang tidak lurus di-alignment," papar Kepala Dinas Pemeliharaan Kapal (Disharkap) Armatim Kolonel Laut (T) Rachmad Sanyoto, yang ditemui di ruang kerjanya.
Letnan Kolonel Laut (T) Cahyono Rubyan, salah seorang perwira TNI AL yang ikut dalam misi pengambilan kapal-kapal bekas dari Jerman itu, menuturkan bahwa kapal-kapal tersebut berlayar dengan setengah dipaksa. "Kondisinya sangat parah ketika dibeli karena kapal-kapal itu sudah sekian tahun tidak terpakai. Di sana hanya dipermak sedikit pada beberapa bagian. Lebih ekstremnya, mesin dibersihkan, diberi oli, kemudian selamat jalan.... Memang betul, penyeberangan kapal itu gambling," ungkap Cahyono, yang ketika mengawaki KRI Teluk Sangkulirang masih berpangkat kapten.
Masih teringat, salah satu dari iring-iringan kapal bekas itu, KRI Teluk Lampung, nyaris tenggelam di lepas Teluk Biscay, sebelah utara Spanyol. Beruntung akhirnya dapat diselamatkan oleh tim SAR (search and rescue) dari Spanyol. KRI Teluk Lampung adalah LST tipe frosch yang saat ini berada di jajaran Armabar, dan belum di-repowering.
Kondisi serba terbatas pada armada kapal perang Armatim ini merupakan sampel dari kondisi alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang secara umum yang dialami TNI. Selain akibat krisis ekonomi yang mendera negeri ini, keterbatasan itu juga disebabkan embargo peralatan militer oleh Amerika Serikat (AS) yang hingga saat ini belum sepenuhnya dicabut.
BERBEDA dengan suasana di luar yang panas terik, di atas KRI yang lego jangkar itu hawa panas tidak terasa sama sekali. Seluruh ruangan dialiri udara sejuk dari air conditioner(AC). Kompas yang mampir di KRI Sutedi Senoputra diterima para awak kapal di Lounge Room Perwira, sebelum diajak menyaksikan bagian-bagian kapal lainnya.
Kompas juga sempat "mengintip" beberapa bagian kapal KRI Memet Sastradiwirya. Suasana dan interiornya tidak berbeda dengan tetangganya, KRI Sutedi Senoputra. Di kedua KRI ini juga masih teronggok rongsokan peluncur peluru kendali.
Menurut awak kapal yang sejak awal bergabung dengan KRI Sutedi Senoputra, interior ruangan yang tampak sekarang jauh lebih baik dibanding ketika kapal baru tiba di Indonesia. Ruangan tempat berkumpul perwira itu dihiasi beberapa pigura bergambar kapal perang yang dipajang di dinding berlapis wallpaper warna putih.
Menelusuri alley dari Lounge Room Perwira ke arah depan, kita sampai pada beberapa ruangan yang dijadikan kamar prajurit. Setiap kamar berisi dua atau tiga tempat tidur bersusun dua. Kamar yang lebih besar dapat menampung delapan orang.
Agaknya tidak banyak yang dapat dilakukan prajurit di atas kapal. Pada jam kerja, antara pukul 07.00 hingga pukul 14.30, beberapa prajurit awak kapal tampak melakukan perbaikan-perbaikan kecil, seperti membersihkan dan mengecat bagian-bagian kapal yang terserang karat. Pukul 15.00, awak kapal boleh meninggalkan basis, kecuali yang sedang bertugas jaga. Pukul 23.00, mereka sudah harus berada kembali di dalam kapal. Prajurit divisi jaga yang bertanggung jawab menjaga kesatrian setiap hari bertugas selama empat jam jaga.
Selepas jam kerja, setelah apel siang, prajurit terlihat lebih rileks. Sebagian memilih berkaraoke di Lounge Room Tamtama, sebagian lainnya istirahat. Menjelang sore, hampir tidak ada prajurit yang terlihat di kapal, kecuali prajurit yang kena giliran jaga. Biasanya mereka berolahraga di lapangan. Beberapa prajurit memanfaatkan waktu luang dengan mengikuti kuliah pada sore atau malam hari.
"Awak-awak kapal di sini aktif bertanding sepak bola. Kompetisinya bisa antar-KRI bisa antar skadron," kata salah seorang awak kapal, seraya memperlihatkan sebuah papan yang tergantung di dinding. Coretan-coretan di papan putih itu menggambarkan strategi yang akan dimainkan tim sepak bola KRI Memet Sastradiwirya menghadapi tim lawan.
Kapten Sa'ban Nur, yang menjabat sebagai Kepala Departemen Mesin KRI Sutedi Senoputra menjelaskan bahwa kapal tidak boleh ditinggalkan meskipun tidak berlayar. Puluhan ton bahan bakar yang terdapat di perut kapal membuatnya sangat rentan terhadap kebakaran.
Sebagai suatu kesatrian, KRI memang sekaligus menjadi semacam asrama bagi prajurit yang bertugas di dalamnya. Dan, karena alasan rawan kebakaran itu pula, para awak kapal -terutama yang masih bujangan- tetap "diasramakan" di atas kapal. Sekali lagi, meskipun kapal-kapal itu tidak pernah lagi berlayar.
Saat senja menuju malam mulai menyelimuti Dermaga Ujung, deretan kapal bekas Jerman tampak makin kusam. Mereka pun masih tetap setia dalam antrean.
***
Frosch Class [Uwe zimmerman] |
"Hampir seluruh bagian harus diperbaiki, tapi yang paling pokok adalah sistem pendorong dan sistem listrik. Sebelum dipasang mesin baru, kapal dinaikkan ke dok. Bagian bawah airnya juga diperiksa. Pelat yang sudah tipis diganti, kemudian as yang tidak lurus di-alignment," papar Kepala Dinas Pemeliharaan Kapal (Disharkap) Armatim Kolonel Laut (T) Rachmad Sanyoto, yang ditemui di ruang kerjanya.
Letnan Kolonel Laut (T) Cahyono Rubyan, salah seorang perwira TNI AL yang ikut dalam misi pengambilan kapal-kapal bekas dari Jerman itu, menuturkan bahwa kapal-kapal tersebut berlayar dengan setengah dipaksa. "Kondisinya sangat parah ketika dibeli karena kapal-kapal itu sudah sekian tahun tidak terpakai. Di sana hanya dipermak sedikit pada beberapa bagian. Lebih ekstremnya, mesin dibersihkan, diberi oli, kemudian selamat jalan.... Memang betul, penyeberangan kapal itu gambling," ungkap Cahyono, yang ketika mengawaki KRI Teluk Sangkulirang masih berpangkat kapten.
Masih teringat, salah satu dari iring-iringan kapal bekas itu, KRI Teluk Lampung, nyaris tenggelam di lepas Teluk Biscay, sebelah utara Spanyol. Beruntung akhirnya dapat diselamatkan oleh tim SAR (search and rescue) dari Spanyol. KRI Teluk Lampung adalah LST tipe frosch yang saat ini berada di jajaran Armabar, dan belum di-repowering.
Kondisi serba terbatas pada armada kapal perang Armatim ini merupakan sampel dari kondisi alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang secara umum yang dialami TNI. Selain akibat krisis ekonomi yang mendera negeri ini, keterbatasan itu juga disebabkan embargo peralatan militer oleh Amerika Serikat (AS) yang hingga saat ini belum sepenuhnya dicabut.
***
Parchim in action (tempo) |
Kompas juga sempat "mengintip" beberapa bagian kapal KRI Memet Sastradiwirya. Suasana dan interiornya tidak berbeda dengan tetangganya, KRI Sutedi Senoputra. Di kedua KRI ini juga masih teronggok rongsokan peluncur peluru kendali.
Menurut awak kapal yang sejak awal bergabung dengan KRI Sutedi Senoputra, interior ruangan yang tampak sekarang jauh lebih baik dibanding ketika kapal baru tiba di Indonesia. Ruangan tempat berkumpul perwira itu dihiasi beberapa pigura bergambar kapal perang yang dipajang di dinding berlapis wallpaper warna putih.
Menelusuri alley dari Lounge Room Perwira ke arah depan, kita sampai pada beberapa ruangan yang dijadikan kamar prajurit. Setiap kamar berisi dua atau tiga tempat tidur bersusun dua. Kamar yang lebih besar dapat menampung delapan orang.
Agaknya tidak banyak yang dapat dilakukan prajurit di atas kapal. Pada jam kerja, antara pukul 07.00 hingga pukul 14.30, beberapa prajurit awak kapal tampak melakukan perbaikan-perbaikan kecil, seperti membersihkan dan mengecat bagian-bagian kapal yang terserang karat. Pukul 15.00, awak kapal boleh meninggalkan basis, kecuali yang sedang bertugas jaga. Pukul 23.00, mereka sudah harus berada kembali di dalam kapal. Prajurit divisi jaga yang bertanggung jawab menjaga kesatrian setiap hari bertugas selama empat jam jaga.
Selepas jam kerja, setelah apel siang, prajurit terlihat lebih rileks. Sebagian memilih berkaraoke di Lounge Room Tamtama, sebagian lainnya istirahat. Menjelang sore, hampir tidak ada prajurit yang terlihat di kapal, kecuali prajurit yang kena giliran jaga. Biasanya mereka berolahraga di lapangan. Beberapa prajurit memanfaatkan waktu luang dengan mengikuti kuliah pada sore atau malam hari.
"Awak-awak kapal di sini aktif bertanding sepak bola. Kompetisinya bisa antar-KRI bisa antar skadron," kata salah seorang awak kapal, seraya memperlihatkan sebuah papan yang tergantung di dinding. Coretan-coretan di papan putih itu menggambarkan strategi yang akan dimainkan tim sepak bola KRI Memet Sastradiwirya menghadapi tim lawan.
Kapten Sa'ban Nur, yang menjabat sebagai Kepala Departemen Mesin KRI Sutedi Senoputra menjelaskan bahwa kapal tidak boleh ditinggalkan meskipun tidak berlayar. Puluhan ton bahan bakar yang terdapat di perut kapal membuatnya sangat rentan terhadap kebakaran.
Sebagai suatu kesatrian, KRI memang sekaligus menjadi semacam asrama bagi prajurit yang bertugas di dalamnya. Dan, karena alasan rawan kebakaran itu pula, para awak kapal -terutama yang masih bujangan- tetap "diasramakan" di atas kapal. Sekali lagi, meskipun kapal-kapal itu tidak pernah lagi berlayar.
Saat senja menuju malam mulai menyelimuti Dermaga Ujung, deretan kapal bekas Jerman tampak makin kusam. Mereka pun masih tetap setia dalam antrean.
Sumber : KLIK DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar