Westerling, Pelaku pelanggar HAM berat yang dilindungi Belanda sampai akhir hayatnya.
Jihad-Defence-Indonesia - Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman mendukung perjuangan menuntut pengakuan de jure kemerdekaan RI dari pemerintah Belanda. Irman juga sepakat atas upaya pengungkapan kembali kejahatan perang tentara Belanda ketika negeri kincir angin itu melakukan agresi militer di tanah air. Termasuk tragedi Galung Lombok di Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat, yang dikenal dengan "korban 40.000 jiwa".
"Kami pribadi sangat setuju dengan gerakan ini. Perlu kita bicarakan lagi dengan teman-teman yang lain, akan ada pertemuan lanjutan," papar Irman saat menerima aktivis Komite Nasional Penyelamat Martabat Bangsa Indonesia (KNPMBI) di Senayan, Jakarta, Jumat 21 September.
Ia pun mengapresiasi hadirnya KNPMBI sebagai wadah perjuangan tersebut. KNPMBI merupakan bentukan bersama Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), Kerukunan Keluarga Mandar Sulawesi Barat (KKMSB) dan sejumlah aktivis dari daerah korban kejahatan perang Belanda.
Setelah mendengar pemaparan terkait tuntutan terhadap pemerintah Belanda, Irman mengaku kaget dan langsung memberikan respon positif. Rupanya, masih banyak yang perlu diluruskan mengenai sejarah bangsa ini.
Ketua KNPMBI Batara R Hutagalung menjelaskan, tuntutan utama terhadap pemerintah Belanda adalah pengakuan de jure kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945. Selama ini, RI hanya mendapat pengakuan secara de facto.
KNPMBI juga tengah berupaya mengumpulkan bukti-bukti kejahatan perang tentara Belanda di beberapa wilayah Indonesia. Aksi tersebut berlangsung antara tahun 1946-1947 atau pasca Presiden Soekarno memproklamirkan kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945.
Salah satunya, adalah pembantaian rakyat sipil di Galung Lombok, Kabupaten Polman dan Majene, Provinsi Sulbar. Batara Hutagalung menyebutkan, telah tercatat lebih dari 650 warga Sulbar yang tewas akibat aksi pembantaian tentara Belanda pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling.
Saat itu, warga tak berdosa dikumpul lalu ditembak secara membabi buta. Tragedi Galung Lombok tergolong kejahatan perang terbesar kedua di dunia, setelah yang terjadi di India. Beberapa daerah di Sulsel juga tak luput dari kekejaman Westerling.
Selain di Sulawesi pelanggaran HAM tentara Belanda juga berlangsung di daerah Bondowoso, Solo, dan Jawa Tengah. Kejahatan perang ini akan dibawa ke Mahkamah Kejahatan Internasional di Den Haag, Belanda.
"Pertemuan ini menimbulkan motivasi tersendiri untuk mengembalikan harga diri kita sebagai bangsa Indonesia. Apa yang dilakukan waktu itu kenapa kita diamkan, harus dibuka kembali," imbuh Wakil Ketua Badan Kehormatan DPD RI, Hj. Aida Zulaika Nasution Ismeth.
DPD, kata Aida, siap memfasilitasi, berkoordinasi dengan pemerintah untuk turut serta merumuskan langkah-langkah perjuangan. "Ini masalah harga diri bangsa, Korban begitu banyak, sampai 1 juta. Semoga DPD menampung dan berjuang bersama-sama," urai wakil rakyat Kepulauan Riau itu.
Hadir dalam pertemuan, mantan aktivis Komnas HAM, Saafroedin Bahar. Dari KKMSB, tampak, Sudarman Amin, Alimuddin Panganro, Fadliah Parakkasi, dan Sekjen KKMSB yang juga koordinator lapangan KNPMBI, Salman Dianda Anwar.
Salman menegaskan dukungan politik dari DPD maupun DPR RI akan sangat membantu perjuangan KNPMBI. "Kami awali di DPD karena gesekan politiknya tidak terlalu tinggi. Tidak tergantung terhadap intervensi partai karena langsung dipilih oleh rakyat. Disinilah posisi strategis DPD," papar Salman.
Ia tak lupa menyampaikan rencana KNPMBI menggelar beberapa even terkait perjuangan bagi korban kejahatan perang Belanda, khususnya di Sulbar. Untuk itu, dukungan penuh dari Pemkab dan Pemprov Sulbar akan sangat membantu perjuangan nasional ini. (abu/jpnn)
Jihad-Defence-Indonesia - Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman mendukung perjuangan menuntut pengakuan de jure kemerdekaan RI dari pemerintah Belanda. Irman juga sepakat atas upaya pengungkapan kembali kejahatan perang tentara Belanda ketika negeri kincir angin itu melakukan agresi militer di tanah air. Termasuk tragedi Galung Lombok di Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat, yang dikenal dengan "korban 40.000 jiwa".
"Kami pribadi sangat setuju dengan gerakan ini. Perlu kita bicarakan lagi dengan teman-teman yang lain, akan ada pertemuan lanjutan," papar Irman saat menerima aktivis Komite Nasional Penyelamat Martabat Bangsa Indonesia (KNPMBI) di Senayan, Jakarta, Jumat 21 September.
Ia pun mengapresiasi hadirnya KNPMBI sebagai wadah perjuangan tersebut. KNPMBI merupakan bentukan bersama Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), Kerukunan Keluarga Mandar Sulawesi Barat (KKMSB) dan sejumlah aktivis dari daerah korban kejahatan perang Belanda.
Setelah mendengar pemaparan terkait tuntutan terhadap pemerintah Belanda, Irman mengaku kaget dan langsung memberikan respon positif. Rupanya, masih banyak yang perlu diluruskan mengenai sejarah bangsa ini.
Ketua KNPMBI Batara R Hutagalung menjelaskan, tuntutan utama terhadap pemerintah Belanda adalah pengakuan de jure kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945. Selama ini, RI hanya mendapat pengakuan secara de facto.
KNPMBI juga tengah berupaya mengumpulkan bukti-bukti kejahatan perang tentara Belanda di beberapa wilayah Indonesia. Aksi tersebut berlangsung antara tahun 1946-1947 atau pasca Presiden Soekarno memproklamirkan kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945.
Salah satunya, adalah pembantaian rakyat sipil di Galung Lombok, Kabupaten Polman dan Majene, Provinsi Sulbar. Batara Hutagalung menyebutkan, telah tercatat lebih dari 650 warga Sulbar yang tewas akibat aksi pembantaian tentara Belanda pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling.
Saat itu, warga tak berdosa dikumpul lalu ditembak secara membabi buta. Tragedi Galung Lombok tergolong kejahatan perang terbesar kedua di dunia, setelah yang terjadi di India. Beberapa daerah di Sulsel juga tak luput dari kekejaman Westerling.
Selain di Sulawesi pelanggaran HAM tentara Belanda juga berlangsung di daerah Bondowoso, Solo, dan Jawa Tengah. Kejahatan perang ini akan dibawa ke Mahkamah Kejahatan Internasional di Den Haag, Belanda.
"Pertemuan ini menimbulkan motivasi tersendiri untuk mengembalikan harga diri kita sebagai bangsa Indonesia. Apa yang dilakukan waktu itu kenapa kita diamkan, harus dibuka kembali," imbuh Wakil Ketua Badan Kehormatan DPD RI, Hj. Aida Zulaika Nasution Ismeth.
DPD, kata Aida, siap memfasilitasi, berkoordinasi dengan pemerintah untuk turut serta merumuskan langkah-langkah perjuangan. "Ini masalah harga diri bangsa, Korban begitu banyak, sampai 1 juta. Semoga DPD menampung dan berjuang bersama-sama," urai wakil rakyat Kepulauan Riau itu.
Hadir dalam pertemuan, mantan aktivis Komnas HAM, Saafroedin Bahar. Dari KKMSB, tampak, Sudarman Amin, Alimuddin Panganro, Fadliah Parakkasi, dan Sekjen KKMSB yang juga koordinator lapangan KNPMBI, Salman Dianda Anwar.
Salman menegaskan dukungan politik dari DPD maupun DPR RI akan sangat membantu perjuangan KNPMBI. "Kami awali di DPD karena gesekan politiknya tidak terlalu tinggi. Tidak tergantung terhadap intervensi partai karena langsung dipilih oleh rakyat. Disinilah posisi strategis DPD," papar Salman.
Ia tak lupa menyampaikan rencana KNPMBI menggelar beberapa even terkait perjuangan bagi korban kejahatan perang Belanda, khususnya di Sulbar. Untuk itu, dukungan penuh dari Pemkab dan Pemprov Sulbar akan sangat membantu perjuangan nasional ini. (abu/jpnn)
Sumber : KLIK DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar