Jihad-Defence-Indonesia - Sekretaris Kabinet dan aparat pemerintah lainnya diminta untuk merefleksikan keputusannya sendiri dalam proses pembangunan persenjataan TNI.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin, di Jakarta, Jumat (30/11), menanggapi ribut-ribut pascaintervensi Seskab Dipo Alam dalam proses penganggaran dana optimalisasi APBN-P nonpendidikan di Kemenhan sebesar Rp 678 miliar.
Seskab Dipo Alam menduga dana yang akan digunakan untuk pembelian sejumlah alat enkripsi hingga alat selam itu berpotensi koruptif sehingga diduga dilaporkan ke KPK di tengah ribut-ribut kongkalikong anggaran di DPR.
Padahal, seperti dituturkan oleh Hasanuddin, mata anggaran dana optimalisasi itu adalah uang dari Kemenkeu yang dibagikan ke seluruh Departemen serta Kementerian.
Semua kementerian dan lembaga negara mendapatkannya Khusus untuk TNI, mendapat jatah Rp 678 miliar.
Untuk penggunaannya, Mabes TNI membuat daftarnya, lalu diajukan ke Kemenhan. Oleh lembaga terakhir, daftar itu dievaluasi lalu dikirimkan ke DPR untuk didiskusikan.
"Setelah diskusi kita setuju. Begitu setuju Komisi I DPR berkirim surat ke pimpinan DPR, yang lalu oleh Pimpinan dikirim ke Kemenkeu. Dan Menkeu keluarkan surat persetujuan anggaran. Pembahasannya dilakukan secara terbuka kepada publik," kata Hasanuddin.
"Lalu kok tiba-tiba ada dugaan mark up dan lain-lain?" tambahnya.
Saat ditanya apa alasan DPR menyetujui mata anggaran dana optimalisasi itu, Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan tak ada alasan bagi DPR untuk menolak permintaan itu.
"Pemerintah berhasil meyakinkan kami bahwa mereka butuh itu. Ya sudah," ucapnya.
Sementara bagi Seskab Dipo Alam, alasan untuk mengadakan beberapa alat untuk TNI dari alat enkripsi hingga alat selam itu tak terlalu urgen.
Seperti dalam suratnya ke Menhan Purnomo Yusgiantoro dan Menkeu Agus Martowardoyo, rencana pengadaan alat itu sifatnya belum tentu mendesak dan tak termasuk dalam Keppres No 35/2011 tentang Percepatan Pemenuhan Kekuatan Pokok Minimal Alat Utama Senjata (MEF) TNI Tahun 2010-2014.
Dipo menganggap nilai pembelian sebesar Rp 678 miliar tersebut lebih baik dimanfaatkan untuk pengadaan alutista yang pendanaannya sampai saat ini masih belum mencukupi.
Menanggapi itu, Hasanuddin, yang merupakan purnawirawan TNI bintang dua itu, mengatakan justru Dipo Alam serta aparat pemerintah lainnya merefleksikan hal itu kepada diri sendiri.
"Soal urgen atau tidak, saya pribadi tak setuju pengadaan Tank Leopard, tapi pemerintah tetap memaksa. Menurut Kemenhan alat itu penting sesuai kebutuhan TNI. Kedua, kenapa Jet F-16 rongsokan mau dibeli? Ya karena pemerintah meminta dan meyakinkan mereka butuh itu," beber Hasanuddin.
"Ya tanya saja pemerintahnya kenapa mereka memaksa beli Tank Leopard atau F-16 rongsokan itu," tukasnya.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin, di Jakarta, Jumat (30/11), menanggapi ribut-ribut pascaintervensi Seskab Dipo Alam dalam proses penganggaran dana optimalisasi APBN-P nonpendidikan di Kemenhan sebesar Rp 678 miliar.
Seskab Dipo Alam menduga dana yang akan digunakan untuk pembelian sejumlah alat enkripsi hingga alat selam itu berpotensi koruptif sehingga diduga dilaporkan ke KPK di tengah ribut-ribut kongkalikong anggaran di DPR.
Padahal, seperti dituturkan oleh Hasanuddin, mata anggaran dana optimalisasi itu adalah uang dari Kemenkeu yang dibagikan ke seluruh Departemen serta Kementerian.
Semua kementerian dan lembaga negara mendapatkannya Khusus untuk TNI, mendapat jatah Rp 678 miliar.
Untuk penggunaannya, Mabes TNI membuat daftarnya, lalu diajukan ke Kemenhan. Oleh lembaga terakhir, daftar itu dievaluasi lalu dikirimkan ke DPR untuk didiskusikan.
"Setelah diskusi kita setuju. Begitu setuju Komisi I DPR berkirim surat ke pimpinan DPR, yang lalu oleh Pimpinan dikirim ke Kemenkeu. Dan Menkeu keluarkan surat persetujuan anggaran. Pembahasannya dilakukan secara terbuka kepada publik," kata Hasanuddin.
"Lalu kok tiba-tiba ada dugaan mark up dan lain-lain?" tambahnya.
Saat ditanya apa alasan DPR menyetujui mata anggaran dana optimalisasi itu, Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan tak ada alasan bagi DPR untuk menolak permintaan itu.
"Pemerintah berhasil meyakinkan kami bahwa mereka butuh itu. Ya sudah," ucapnya.
Sementara bagi Seskab Dipo Alam, alasan untuk mengadakan beberapa alat untuk TNI dari alat enkripsi hingga alat selam itu tak terlalu urgen.
Seperti dalam suratnya ke Menhan Purnomo Yusgiantoro dan Menkeu Agus Martowardoyo, rencana pengadaan alat itu sifatnya belum tentu mendesak dan tak termasuk dalam Keppres No 35/2011 tentang Percepatan Pemenuhan Kekuatan Pokok Minimal Alat Utama Senjata (MEF) TNI Tahun 2010-2014.
Dipo menganggap nilai pembelian sebesar Rp 678 miliar tersebut lebih baik dimanfaatkan untuk pengadaan alutista yang pendanaannya sampai saat ini masih belum mencukupi.
Menanggapi itu, Hasanuddin, yang merupakan purnawirawan TNI bintang dua itu, mengatakan justru Dipo Alam serta aparat pemerintah lainnya merefleksikan hal itu kepada diri sendiri.
"Soal urgen atau tidak, saya pribadi tak setuju pengadaan Tank Leopard, tapi pemerintah tetap memaksa. Menurut Kemenhan alat itu penting sesuai kebutuhan TNI. Kedua, kenapa Jet F-16 rongsokan mau dibeli? Ya karena pemerintah meminta dan meyakinkan mereka butuh itu," beber Hasanuddin.
"Ya tanya saja pemerintahnya kenapa mereka memaksa beli Tank Leopard atau F-16 rongsokan itu," tukasnya.
Sumber : KLIK DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar