Kamis, 04 Oktober 2012

KASAD-PRAMONO E WIBOWO : NYARIS DITIPU BROKER ALUTSISTA

Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo
Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo

"Ternyata di sana cuma Rp9 juta. Jauh beda kan harganya."

Jihad-Defence-Indonesia - Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo mengakui, dalam pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) dari negara luar pasti melibatkan broker atau perantara. Namun, keterlibatan broker bukan berarti memudahkan proses pembelian.

Pramono punya pengalaman soal broker. Dia nyaris tertipu broker saat ingin melengkapi Senjata Senapan Serbu versi 2 (SS2).

"Waktu itu saya mau beli teropong bidik. Teropong itu untuk melengkapi senapan SS2 buatan PT Pindad yang tidak memiliki teropong bidik," ujar Pramono di Markas Besar TNI AD, Jakarta, Kamis 3 Oktober 2012.

Teropong bidik untuk melengkapi SS2 itu bernama teropong Truicon Accupoint. Teropong bidik jenis ini bisa digunakan untuk perang di waktu malam hari.

Teropong Truicon itu juga dilengkapi lensa 3D, sehingga bisa melihat dengan jelas bidikan, meski kondisi malam hari atau berkabut.

Pramono menjelaskan, harga satu buah Teropong Truicon yang ditawarkan broker itu mencapai Rp30 juta. Sementara harga satu buah senapan SS2 hanya Rp9 juta.

Melihat harga teropong itu lebih mahal dari harga SS2, maka Pramono pun ragu untuk membeli. "Saya cek di internet, ternyata cuma US$ 1.900," kata Pramono.

Lalu dia memerintahkan anak buahnya mengecek langsung harga teropong bidik di Amerika Serikat. "Ternyata di sana cuma Rp9 juta. Jauh beda kan harganya," kata Pramono.

Karena itu, Pramono melihat, perbedaan harga asli dengan harga yang ditawarkan broker itu membuatnya miris. Aksi broker seperti itu, kata Pramono, membuka potensi tindak pidana korupsi dan merugikan negara.

"Merasa berdosa saya kepada negara, kepada rakyat. Saya tidak mau itu. Jika mendapat harga murah, kenapa tidak," ucapnya.

"Pakai jasa broker boleh-boleh saja, kalau sesuai harganya. Kalau masih bisa diproduksi di dalam negeri ya dalam negeri. Tapi harga jangan ketinggian kalau kita pakai rekanan," Pramono menambahkan.

Pengadaan Alutsista Butuh Biaya
Alutsista yang dimiliki TNI sebagian sudah uzur. Karena itu membutuhkan perawatan dan peremajaan dengan alutsista yang baru dan lebih modern.

Pengadaan alutsista yang baru, menurut Pramono, juga tak lepas dari persoalan biaya. Tentu tidak sedikit. Selain harganya yang mahal, perawatan alutsista juga membutuhkan biaya mahal.

"Lihat wanita dan pria. Mereka yang cantik dan ganteng, tentu butuh perawatan yang mahal kan. Begitu juga dengan alutsista. Ada rupa ada harga, ada mutu ada biaya," kata Pramono.

Karena itu, ia menginginkan agar alutsista, terutama yang keluaran baru dirawat agar tidak rusak. Karena biar bagaimanapun, alutsista itu menjadi bagian penting dalam kemiliteran.

"Alutsista yang sudah tua pun harus dirawat, kalau perlu dikembangkan, supaya bisa tetap dipakai," ujarnya. 
Sumber : KLIK DISINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar