Rabu, 20 Februari 2013

SABAH DIREBUT SULTAN SULU FILIPINA, MALAYSIA NYATAKAN SIAP PERANG


kelompok bersenjata dari Kesultanan Sulu

Jihad-Defence-Indonesia - SABAH  : Sudah dua pekan ini wilayah Lahat Datu, Sabah, Malaysia, diduduki oleh kelompok bersenjata dari Kesultanan Sulu, Filipina. Pemerintah Malaysia pun berang dan mengatkan siap perang. Posisi Sabah yang berada di Pulau Kalimantan (Borneo), mau tak mau bisa terkena imbas ketegangan ini.
Hari ini, Rabu (20/2) kondisi makin tegang. Pasukan Malaysia telah mengepung lokasi walaupun belum melakukan agresi. Sementara itu, Kesultanan Sulu dilaporkan menambah pasukannya dilengkapi senapan M16 dan M14 serta peluncur granat M203.

Hishammuddin Tun Hussein mengatakan, negaranya tidak akan berkompromi dalam menegakkan kedaulatan. "Saya harap mereka tidak memaksa kami," kata Hishammuddin seperti dikutip dari The Star.
Namun, Hishammuddin mengatakan Malaysia tetap mengupayakan sengketa ini bisa diselesaikan dengan cara damai. Malaysia tidak ingin masalah pendudukan ini diselesaikan melalui pertumpahan darah. "Kami harus melakukan tindakan yang benar pada waktu yang tepat. Dan jika kami harus mengambil keputusan, kami tidak akan ragu-ragu," dia mengancam.
Diberitakan sebelumnya, sebuah kelompok yang diperkirakan terdiri dari 100 orang dari Sulu, Filipina, menduduki sebuah wilayah di Sabah. Kelompok itu dipimpin oleh Raja Muda Azzimudie Kiram, saudara Sultan Sulu Jamalul Kiram III. Mereka menuntut Malaysia mengembalikan wilayah di Sabah itu, yang dia klaim merupakan warisan leluhurnya.
Sultan Jamalul Kiram III mengatakan bahwa para pemuda itu rela mati demi hak-hak tanah warisan mereka."Kenapa kami harus meninggalkan rumah kami? Bahkan mereka (Malaysia) membayar sewa pada kami," katanya di Manila sehari sebelumnya.
Diberitakan kantor berita Filipina Inquirer, pihak Kesultanan Sulu di Mindanao memperingatkan pemerintah Malaysia untuk tidak menyakiti saudara lelaki Sultan Jamalul Kiram III, Rajah Mudah Agbimuddin Kiram, yang menjadi komandan dalam pendudukan yang berlangsung hampir dua minggu itu.
Danny Virtudazo, yang mengaku kepala negara bagian Palawan, wilayah bagian Kesultanan Sulu, mengatakan bahwa mereka telah menambah pasukan di Sabah. Sebelumnya menurut pemerintah Malaysia, ada sekitar 100-300 orang Sulu yang bertahan di Luhud Datu.
Virtudazo mengatakan, mereka telah mengirimkan 1.500 pasukan tambahan yang telah mendarat di pantai Tanduao. Menurutnya, pasukan ini adalah "pasukan pengaman kerajaan" yang merupakan sempalan dari kelompok Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF), Front Pembebasan Islam Moro (MILF) dan kelompok Abu Sayyaf.
Klaim ini tidak bisa dikonfirmasi dan pemerintah Malaysia belum membenarkannya. Namun Virtudazo mengatakan, pasukan ini berada di tempat yang tidak diketahui militer Malaysia.
"Win-win solution bagi Malaysia adalah menyetujui perundingan dengan Rajah Mudah dan Kesultanan Sulu. Kami terbuka untuk negosiasi," kata dia.
Rajah Mudah saat ini tinggal di sebuah rumah petani di desa kecil itu. Petani pemilik rumah dan istrinya adalah satu-satunya yang masih tinggal. Sebanyak 14 keluarga petani di Tanduao telah meninggalkan desa setelah pasukan Sulu mendarat lewat pantai.
Rajah Mudah juga masih terus berhubungan dengan jurnalis di Filipina. Menurut laporan media di negara tersebut, kelompok ini dipersenjatai dengan senapan M16 dan M14 serta peluncur granat M203.
Sejak zaman kolonial, pemerintah Inggris mengakui wilayah Sabah adalah milik Kesultanan Sulu. Itulah sebabnya Malaysia membayarkan sejumlah uang atau upeti setiap tahunnya sebagai bentuk sewa lahan. Baik pemerintah Malaysia dan Filipina meminta kelompok tersebut untuk segera hengkang dari Sabah.
Pendudukan ini mulai dilakukan setelah ada kesepakatan damai antara pemerintah Filipina dengan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) di Kepulauan Mindanao. Kesepakatan ini menyebut Mindanao--termasuk Sulu--merupakan wilayah otonomi Bangsamoro dan memberikan sebagian besar wilayah untuk dikelola secara independen.
Kesepakatan tersebut menyebabkan Kesultanan Sulu merasa tidak mendapat lahan lagi dan berniat merebut wilayah mereka di tempat yang lain, yaitu Sabah, Malaysia.
Pada mulanya, wilayah Sabah atau dahulu disebut Borneo Utara ini merupakan milik Kesultanan Brunei. Namun, Sultan Brunei memberikan wilayah ini kepada Sultan Sulu. Pemberian ini merupakan balas jasa bagi Sultan Sulu yang telah membantu meredam perang sipil di Kesultanan Brunei.

Kenapa Sulu Ngotot?

Kolumnis Rita Linda V. Jimeno, sebagaimana dimuat oleh Manila Standard Today, menuliskan jejak sejarah kaitan antara Kesultanan Sulu dengan wilayah Sabah.
Dalam sejarahnya, sejak 1473 hingga 1658, Sabah yang dahulunya dikenal sebagai North Borneo merupakan wilayah Kesultanan Brunei. Namun pada 1658, Sultan Brunei memberikan wilayah ini kepada Sultan Sulu. Pemberian ini sebagai balas jasa bagi Sultan Sulu yang membantu meredam perang sipil di Kesultanan Brunei.
Pada 1761, Alexander Dalrymple, seorang pejabat Bristish East India Company, melakukan perjanjian dengan Sultan Sulu untuk menyewa Sabah sebagai pos perdagangan Inggris. Kesepakatan sewa-menyewa itu termasuk penyediaan tentara oleh Kesultanan Sulu untuk mengusir Spanyol.
Pada 1846, pantai barat Borneo diserahkan oleh Sultan Brunei ke Inggris. Jadilah pantai barat Borneo itu menjadi koloni Kerajaan Inggris.Di tahun-tahun berikutnya, terjadi serangkaian penyerahan hak sewa atas Sabah atau North Borneo ini. Akhirnya hak sewa jatuh ke Alfred Dent yang kemudian membentuk perusahaan yang dikenal dengan British North Borneo Company.
Pada 1885, Inggris, Spanyol, dan Jerman, menandatangani Protokol Madrid yang mengakui kedaulatan Spanyol di Kepulauan Sulu. Pengakuan ini ditukar dengan pelepasan Spanyol atas segala klaimnya di Borneo Utara atau Sabah untuk mendukung Inggris. Pada 1888, Sabah resmi menjadi protektorat Inggris--yang kemudian menduduki Malaysia sebagai jajahan.
Setelah Perang Dunia II, Inggris berniat mengembalikan Sabah ke Kesultanan Sulu. Untuk proses itu, dilakukanlah pemungutan suara, untuk menentukan apakah rakyat Sabah memilih bergabung dengan Federasi Malaysia atau kembali ke Kesultanan Sulu. Dan hasilnya, rakyat Sabah lebih memilih bergabung ke Malaysia daripada kembali ke Sulu. Pada 16 September 1963, Sabah bersatu dengan Malaysia, Sarawak, dan Singapura, membentuk  Federasi Malaysia merdeka.
Menurut Jimeno, klaim ahli waris Kesultanan Sulu tidak hanya didasarkan pada perjanjian sewa antara Kesultanan dengan North Borneo Company yang dibentuk Inggris. Namun, klaim itu juga didasarkan pada keputusan pengadilan tinggi North Borneo pada 1939. Klaim ini dianggap lebih dulu, jauh sebelum pembentukan Federasi Malaysia.
Klaim FIlipina atas Sabah, atas nama Kesultanan Sulu, sebenarnya bukan kali ini saja terjadi. Klaim itu pertama kali dilakukan pada masa Presiden Diosdado Macapagal pada 1962, sebelum Malaysia terbentuk.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri Filipina Raul Hernandez mengatakan, pemerintahnya belum melakukan perundingan lagi atas 'perang klaim' antara Kesultanan Sulu dengan Malaysia ini. Dia menolak laporan media Malaysia yang menyebut perundingan antara Malaysia dengan orang-orang dari Kesultanan Sulu telah berakhir dan orang-orang bersenjata itu akan dideportasi dari wilayah yang kaya akan minyak itu. "Sampai sekarang tidak ada diskusi mengenai klaim kami di Sabah. Masalah ini tergantung pada pembuat kebijakan di negara kami untuk menentukan secara cermat apa yang akan dilakukan atas isu ini," kata Hernandez.ins.
Sumber : KLIK DISINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar