Jihad-Defence-Indonesia - Jakarta : Suatu hari ada seorang rekan yang bertanya, “sebenarnya apa senjata milik TNI yang punya daya hancur paling besar?” Sebuah pertanyaan yang jamak digunjingkan masyarakat, tapi harus diakui untuk jawabannya bisa beragam dan multi tafsir. Tapi bila predikat target diukur dari luasnya area yang berhasil dihancurkan, maka jawabannya mengerucut pada sista artileri. Dan lebih spesifik lagi mengarah pada sosok self propelled MLRS (multiple Launch Rocket System) yang mampu menggasak banyak sasaran dalam waktu singkat.
Merujuk ke sista self propelled, lagi-lagi Indonesia termasuk militer di Asia Tenggara yang punya sejarah panjang dalam pemakaiannya. Di lingkungan Armed TNI-AD misalnya, self propelled MLRS hadir dalam tipe M-51 kaliber 130mm dan di Korps Marinir TNI-AL ada tipe BM-14/17 kaliber 140mm, kedua peluncur roket multi laras dari generasi tahun 60-an ini telah kami bahas di artikel terdahulu. Kemudian waktu berjalan dengan membawa modernisasi alutsista, tapi sayangnya update self propelled nyaris stag di masa orde baru. Dan baru kemudian ada angin segar pada tahun 2004, dimana Korps Marinir kedatangan RM-70 Grad, self propelled MLRS kaliber 122mm dengan 40 peluncur roket pada setiap kendaraan.
Dibanding M-51 dan BM-14/17, jelas RM 70 selain lebih modern juga jauh lebih garang. Dengan basis truk Tatra 813 Kolos berpenggerak 8×8, tongkrongan sistem persenjataan asal Cekoslovakia ini memang cukup garang. Inilah self propelled pertama di lingkungan TNI yang berpenggerak 8×8, sista self propelled TNI-AD yang paling baru, Astros II MK6 asal Brazil pun hanya berpenggerak 6×6. Tapi kembali lagi, selain platform kendaraan pengusung akan menentukan sisi mobilitas, lebih utama lagi adalah elemen roket dan peluncurnya yang menjadi komponen inti.
RM-70 Korps Marinir dalam Latihan Gabungan TNI |
Dirancang oleh konsorsium DMD group, RM-70 Grad kaliber 122mm punya 40 tabung peluncur. Bobot tiap peluncur tipe 9P-152 sekitar 23 kg dengan panjang sekitar 3 meteran. Lebar tiap jajar yang berisi 10 peluncur adalah 1,45 meter. Sementara tinggi total empat jajar peluncur adalah 0,576 meter. Dengan menytertakan sistem perangkai, bobot total rangkaian peluncur RM-70 dalam kondisi kosong adalah 2,31 ton.
Selain punya mobilitas tinggi, peluncur roket tadi dapat diputar hingga membentuk sudut 70 derajat (kanan) dan 102 derajat (kiri) terhadap garis sumbu karoseri truk. Dalam operasionalnya, tabung peluncur dioperasikan dengan sistem kendali penembakan Kapustnik B dan perangkat picu tembakan 9V-170. Kedua sistem tersebut berada di dalam kabin pengemudi. Tapi sistem peluncur dapat pula dioperasikan dari jarak jauh dengan dukungan remote control yang terhubung dengan kendaran pengangkut senjata lewat kabel pemicu tembakan sepanjang 64 meter.Untuk itu tenaga listriknya dipasok dari dua unit akumulator (aki) bertengangan 24 volt.
Persiapan peluncuran roket |
Loading roket ke tabung peluncur |
Karena efek semburan roket yang cukup besar, saat penembakan tak seorang awak pun diizinkan berada dalam kawasan seluas 150×60 meter di dekat kendaraan. Efek dahsyatnya semburan roket memang luar biasa, bebatuan di kawasan seluas 16×25 meter bisa berhambur keras ke segala arah.
Waktu untuk melakukan satu kali rangkaian penembakan (salvo) sekitar 18 sampai 22 detik, dengan tempo jeda antar roket 0,5 detik.Saat dipakai untuk menghajar target dengan jarak maksimum 20,75 km, butuh waktu 77 detik untuk menghabiskan 40 roket tanpa henti. Tiap roket RM-70 dapat mengubah status operasionalnya dari kondisi lintas di jalan raya ke posisi siap tembak dalam tempo 2,5 menit. Sementara proses kebalikannya sedikit lebih lama, yakni 3 menit.
Dalam sebuah defile |
Berada dalam platform truk Tatra 813, menjadikan RM-70 dapat digelar di medan yang sulit sekalipun |
Tampil dibanyak laga, RM-70 ini bernasib sial dalam pertempuran di Libya |
Roket
Panjang roket RM-70 hampir sama dengan panjang tabung peluncur. Agar gerakan stabil, setiap roket punya empat sirip ekor. Paduan sirip dan gerak putar pelan membuat tingkat akurasi pada target cukup tinggi. Ada 3 jenis roket amunisi RM-70, masih dalam koridor kaliber 122mm, ada yang berhulu ledak HE (high explosive)-fragmentation, ada roket Agat berhulu ledak kargo dengan memuat bom mini, kemudian ada roket Krizna, yakni berhulu ledak kargo yang isinya ranjau anti tank.
Inilah sosok roket RM-70 |
Setiap roket punya bobot 66 kg. Komponennya terdiri dari hulu ledak seberat 18,3 kg, lalu ada motor roket dengan double base solid propellant seberat 20,5 kg. Sisanya adalah cangkang roket. Dimensi panjang roket keseluruhan adalah 2,88 meter dan lebar rantang sirip 0,226 meter. Dengan kecepatan jelajah 2.516 meter per jam, maka jarak jangkau roket bisa mencapai 20,75 km. Saat terdetonasi, hulu ledak bisa menghamburkan 3.150 serpihan kecil baja yang terserak hingga radius 28 meter. Mau tahu seberapa besar area kehancuran dari RM-70? Jika diopersikan secara tepat, dipastikan area seluas 3 hektar akan luluh lantak akibat ulah roket multi laras ini.
Sedemikian mematikannya RM-70, sistem persenjataan ini tak pelak selalu diandalkan dalam setiap ajang latihan tempur, termasuk dalam tingkat latihan gabungan TNI yang diadakan secara rutin. Dalam sebuah operasi militer untuk merebut daerah yang dikuasi lawan, tembakan pertama memang dilancarkan oleh tank-tank amfibi yang baru saja mendarat di pantai. Lalu berikutnya resimen artileri yang akan ambil bagian. Selain mengandalkan meriam Howitzer LG-1 MK II kaliber 105mm, sudah barang tentu unsur deteren juga ditampilkan, tak lain RM-70 Grad. Menyadari bahwa truk platform pengusung RM-70 tidak punya kemampuan amfibi, dalam gelar operasinya RM70 dibawa dari LPD (landing platform dock) ke pantai dengan menumpang LCU (landing craft utility).
Seperti halnya BM-14, RM-70 Grad juga menjadi arsenal persenjataan pada Batalyon Roket Pasukan Marinir (Pasmar), yakni Pasmar-1 di Surabaya dan Pasmar-2 di Jakarta. Bila satu baterai (kompi) BM-14 terdiri dari 6 unit peluncur, maka satu baterai RM-70 terdiri dari 4 empat peluncur.
RM-70 di dalam LCD |
Meluncur dari LPD (landing platform dock) ke pantai melalui LCU |
Momen Embarkasi RM-70 ke dalam LPD (Landing Platform Dock)
Bila dilihat dari efek daya hancur yang diatas howitzer, serta kemampuan jarak tembak yang lumayan jauh, maka wajar jika kemudian self propelled MLRS menjadi elemen strategis dalam memberikan posisi efek deteren di kawasan regional. Ambil contoh Malaysia yang menyiapkan Astros-nya untuk ‘menekan’ Singapura dengan menempatkannya di area perbatasan. Meski sedikit terlambat dibanding Malaysia, adalah tepat adopsi TNI- AD dalam memborong Astros II yang punya kemampuan tembak roket multi kaliber. Tapi sayangnya hingga tulisan ini dibuat, Astros II belum juga secara resmi diserahterimakan ke Artileri Medan TNI-AD. Sementara menunggu Astros datang, RM70 Korps Marinir TNI-AL menjadi self propelled satu-satunya milik Indonesia yang bisa diandalkan.
Hanya Punya 9 Unit RM-70 Grad
Merujuk informasi dari Harian Kompas (22/4/2010), disebutkan hingga saat ini, Korps Marinir hanya memiliki 9 pucuk roket multilaras RM-70 Grad. Ironis memang, semestinya TNI memiliki senjata sejenis ini lebih banyak lagi untuk menjaga pulau-pulau terluar yang rentan terhadap ancaman dan gangguan pihak asing.
Ingin tahu saat baterai RM-70 meluncurkan roket salvo secara bersamaan, simak videonya dibawah ini. (Bayu Pamungkas)
Sumber Referensi : KLIK DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar