Minggu, 12 Agustus 2012

PERISAI ANTI RUDAL DI TELUK PERSIA DAN UPAYA AS SUDUTKAN IRAN

WASHINGTON-(J-D-I) :Patrick Ventrell, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat saat mereaksi laporan Koran Washington Post menekankan bahwa Gedung Putih akan tetap melanjutkan upayanya untuk membangun sistem anti rudal di selatan Teluk Persia. Koran Washington Post merilis laporan yang menunjukkan Amerika tengah melakukan perundingan dengan para emir Arab di selatan Teluk Persia. Washington tengah membujuk para pemimpin Arab ini untuk mengijinkan pembangunan perisai anti rudal.
 
Hillary Clinton sejak awal menjabat menlu Amerika telah menggelontorkan ide ini. Clinton di sidang Dewan Kerjasama Teluk Persia (P-GCC) bulan Maret lalu juga berusaha meyakinkan para pemimpin Arab untuk membangun sistem ini. Di lawatan terbarunya ke Arab Saudi, Clinton juga berunding dengan Riyadh terkait pembentukan sistem anti rudal.
 
Sementara itu, Republik Islam Iran langsung memberikan reaksinya atas rencana Amerika ini. Melalui Menteri Pertahanannya, Ahmad Vahidi, Iran mengecam rencana Washington untuk membangun perisai anti rudal di Teluk Persia. Tehran menilai rencana Gedung Putih tersebut dapat mengancam keamanan regional.
 
Tak hanya Iran yang protes atas rencana AS ini, Rusia yang dikenal rival utama Amerika juga melayangkan protesnya. Alexei Pushkov, ketua Komisi Hubungan Luar Negeri Deplu Rusia mereaksi rencana Washington dan menyebutnya sebagai bentuk pengumuman perang. Sementara itu, Amerika Serikat di agenda kerjanya berusaha menekan Tehran agar mengubah kebijakan luar negerinya dan mengakhiri program nuklirnya.
 
Untuk mensukseskan ambisinya ini, AS tengah membentuk front anti Iran di Teluk Persia. Amerika berusaha membentuk opini jelek terkait Iran bagi negara-negara Arab dan mencitrakan Tehran sebagai ancaman bersama bagi negara Arab. Strategi musuh bayangan akan membantu Washington untuk mengubah friksinya dengan Iran menjadi friksi yang multi.
 
Adapun para pemimpin Arab memprioritaskan kerjasama militer dengan Amerika dengan tujuannya tersendiri. Maraknya gelombang kebangkitan Islam di kawasan selatan Teluk Persia membuat para diktator Arab ketakutan. Saat ini Bahrain, salah satu negara kecil Arab tengah dirundung gelombang protes rakyat yang menuntut reformasi serius. Di sisi lain, posisi Bahrain yang menjadi pangkalan armada kelima AS membuat aksi rakyat tidak mendapat tanggapan dari Barat.
 
Seluruh pemimpin Arab di Teluk Persia berharap dengan menjalin kerjasama militer dengan Amerika, mereka memperoleh dukungan dari Washington. Mereka mengharapkan Washington mendukun pemerintahan mereka atau paling tidak bunkam atas aksi penumpasan gerakan revolusi rakyat. Oleh karena itu, kita menyaksikan sikap antusias negara Arab untuk menjadi tuan rumah armada laut AS atau memperkuat kerjasama militer bilateral dengan Washington.
 
Uni Emirat Arab sendiri memberikan pelayanan kepada kapal induk Amerika Serikat di pelabuhan Jebel Ali. Pangkalan udara Emirat, al-Dhafra juga menjadi pusat sistem pertahanan rudal yang diinginkan Amerika Serikat. Pangkalan militer el-Udeid di Qatar menjadi pusat komando Amerika Serikat bagi pasukan sekutu. Kuwait selain memberika Camp Arifjan sebagai gudang militer AS juga menyerahkan sebagian pangkalan udara Ali al-Salem bagi pesawat tempur Amerika Serikat. 
Sumber : Irib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar