Jihad-Defence-Indonesia - Jakarta : Tindakan Israel yang telah dua kali menyerang wilayah Suriah membuat geram Presiden Suriah Bashar al- Assad. Israel mengklaim, serangan itu bukan ditujukan kepada pemerintahan Suriah, melainkan kepada pengiriman rudal dari Suriah untuk Hizbullah di Lebanon. Namun alasan penyerangan Israel itu tidak bisa diterima Presiden Assad.
Assad pun mengontak Moskow, untuk segera mengirim pembelian sistem pertahanan anti udara S 300 yang tertunda pengirimannya tahun 2010, akibat tekanan Israel.
Melihat Israel yang malang melintang menyerang wilayah udara Suriah, membuat Moskow geram sekaligus cemas dengan posisi Suriah, yang satu-satunya sekutu tersisa di Timur Tengah.
Nilai Strategis S 300
Alhasil, Pemerintah Rusia berjanji akan mengirimkan rudal-rudal anti-pesawat ke Suriah. Moskow menyatakan segera mengirimkan S-300 ke Suriah untuk menghalau pesawat ataupun rudal-rudal, seperti rudal Patriot milik NATO yang ditempatkan di perbatasan Turki dengan Suriah.
Pengiriman S 300 itu akan megubah peta militer di Timur Tengah. Pesawat-pesawat NATO maupun Israel, tidak akan bisa bebas berkeliaran. Dominasi wilayah udara Israel juga akan menyusut.
Rencana pengiriman rudal S 300 ke Suriah memicu kemarahan pemerintah Israel. Mereka mengancam akan mengambil tindakan jika Rusia benar-benar mengirimkan rudal-rudal tersebut. Ancaman itu disampaikan Menteri Pertahanan Israel Moshe Yaalon.
“Pengiriman itu belum terjadi, dan saya harap tidak akan terjadi. Namun jika rudal-rudal itu tiba di Suriah, kami tahu apa yang akan dilakukan,” tegas Yaalon, tanpa menerangkan lebih detail langkah yang akan diambil Israel.
Reaksi Moscow untuk mengirim rudal S 300, dijawab Uni Eropa dengan mencabut embargo pasokan senjata bagi para pemberontak Suriah. Keputusan ini menuai kecaman dari rezim Suriah dan Rusia. Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Patrick Ventrell mengatakan, pencabutan embargo “mengirimkan pesan bagi rezim Assad bahwa dukungan atas oposisi akan terus meningkat.
Di tengah ketegangan yang terus memuncak, tiba-tiba terdengar kabar Rusia setuju untuk membatalkan pengiriman 6 baterai rudal S 300 ke Suriah.
Menurut Senior Militer Rusia, pembatalan ini sebagai tindak lanjut penandatanganan kesepekatan antara Presiden Rusia Valimir Putin dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dalam pertemuan di Laut Hitam, Rusia, awal bulan Mei.
Benjamin Netanyahu mengingatkan Putin, bahwa sistem rudal S-300 bisa saja jatuh ke tangan yang tidak bertanggung jawab dan digunakan untuk menyerang pesawat-pesawat di Bandara Internasional Ben Gurion, Tel Aviv. Hal itu akan mendorong Timur Tengah ke dalam kancah peperangan.
Vladimir Putin dikabarkan setuju untuk membatalkan kontrak pengiriman S 300 ke Suriah dengan kondisi, Israel tidak lagi melakukan serangan udara ke Suriah.
Namun kesepakatan itu dimentahkan seorang diplomat Israel, yang menyatakan pertemuan Vladimir Putin dan Benjamin Netanyahu tidak mencapai titik temu.
Konfirmasi Assad
Kamis 30/05/2013, Presiden Bashar al-Assad menyatakan, Suriah telah menerima kiriman pertama sistem pertahanan udara Rusia dan dalam waktu dekat akan memperoleh semua roket S-300 yang dibeli.
“Suriah sudah menerima pengiriman pertama roket anti-pesawat terbang S-300 buatan Rusia. Sisanya akan tiba dalam waktu dekat,” kata Assad seperti dikutip harian Al-Akhbar terbitan Lebanon.
Moskow telah menandatangani kontrak seharga 800 juta dollar Amerika Serikat, untuk mengirim 4 baterai S-300 ke Damaskus tahun 2010.
S-300 adalah sistem pertahanan udara jarak jauh yang bersifat mobil, dirancang untuk mendeteksi, merekam dan menghancurkan serangan peluru kendali, roket serta pesawat yang terbang rendah maupun tinggi. S-300 ditakuti karena mampu mengunci lebih dari 100 target secara simultan, dari jarak 150 km.
Suriah dan Iran begitu mati-matian mendapatkan S-300 untuk menjaga negara mereka dari segala ancaman benda besi yang terbang di langit.
Sumber : KLIK DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar