AP Photo/French Army Communications Audiovisual office (ECPAD)/Arnaud RoineWarga Timbuktu menyambut gembira kedatangan pasukan Perancis di kota tersebut, Senin (28/1). Dengan dukungan helikopter dan pasukan terjun payung Perancis, tentara Mali berhasil masuk Timbuktu, mengusir kelompok separatis Ansar Dine yang telah menduduki kota kuno di Mali utara itu selama hampir 10 bulan. |
Rencana AS diungkapkan oleh seorang pejabat Pentagon, Senin (28/1). Menurut dia, pangkalan pesawat tanpa awak (UAV) itu akan dibangun di Niger barat, dekat perbatasan dengan Mali.
Di Mali, militer asing pimpinan Perancis sedang berperang melawan gerakan separatis Ansar Dine, yang merupakan milisi binaan jaringan Al Qaeda di Afrika Utara (AQIM).
Niat AS mendirikan basis UAV di Afrika Barat itu dirilis pertama kali oleh harian The New York Times, Senin pagi.
Bandar udara itu akan menjadi pusat pengumpulan informasi intelijen tentang sepak terjang AQIM dan kelompok militan lain, yang dinilai Washington sebagai ancaman nyata.
Niger, negara yang berbatasan dengan Mali timur, juga memiliki hubungan baik dengan Perancis. Perancis sendiri sudah memiliki pangkalan di Chad.
Drone yang akan ditempatkan di Niger bertujuan mengintai pergerakan AQIM dan sayap Al Qaeda lainnya di Afrika Utara.
Selain Niger, Komando Militer AS di Afrika juga menawarkan alternatif calon pangkalan lain, yakni di Burkina Faso.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Victoria Nuland, menuturkan, jika rencana itu disetujui, sekitar 300 personel militer AS akan dikirim ke pangkalan baru tersebut untuk mengoperasikan pesawat nirawak itu.
Meski rencana pembangunan pangkalan telah diputuskan, AS tak bermaksud terlibat langsung dalam perang melawan milisi Ansar Dine di Mali. ”Militer AS takkan terlibat operasi di Mali. Kami tak ingin pasukan AS terlibat langsung di medan tempur,” kata Nuland.
AS dan Niger sudah menandatangani nota kerja sama militer itu, Senin. Dengan demikian, kehadiran setiap pasukan AS di negeri itu mendapat perlindungan hukum dari Niger.
Intervensi militer asing di Mali telah memicu kemarahan dan ancaman dari AQIM.
Aksi balasan telah dilakukan milisi lain di Aljazair, yakni dengan menyerang ladang gas di In Amenas, Aljazair timur, 16 Januari. Puluhan orang tewas dalam insiden itu.
Kian nyata
Selain itu, intelijen Barat juga telah mengendus adanya ancaman nyata dari jaringan Al Qaeda di Benghazi, Libya timur. Beberapa negara Barat, pekan lalu, telah memperingatkan warganya untuk meninggalkan Benghazi.
Kian nyatanya ancaman Al Qaeda di Afrika Utara membuat Jepang rela mengucurkan dana 120 juta dollar AS (Rp 1,16 triliun) demi memerangi teroris di kawasan tersebut.
Jepang merasa perlu mengampanyekan perang terhadap terorisme setelah 10 warganya tewas dalam drama penyanderaan paling tragis oleh milisi binaan Al Qaeda di In Amenas.
”Pemerintah Jepang berencana memberikan dukungan dana 120 juta dollar untuk membantu menstabilkan Mali dan wilayah Sahel,” kata Menteri Luar Negeri Fumio Kishida.
”Kami berharap bantuan ini akan membantu memperkuat misi AFISMA (African-led International Support Mission in Mali), dan mengurangi kemiskinan yang bisa memunculkan terorisme,” tutur Kishida, mengacu pada misi gabungan Afrika di Mali yang didukung Dewan Keamanan PBB itu.
Sementara itu pasukan Perancis dan Mali telah merebut Timbuktu, kota tua yang menjadi pusat penyebaran Islam di Afrika sejak abad ke-15. Selama 10 bulan terakhir sejak April 2012, kota itu dikuasi oleh milisi Ansar Dine yang merusak semua makam tua para sufi penyebar Islam.
Warga Timbuktu, sama seperti warga Kidal dan Gao, menyambut gembira keberhasilan tentara Perancis mengusir milisi. Mereka merasa dimerdekakan kembali.
Sumber : KLIK DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar