Jihad-Defence-Indonesia - JAKARTA : Rambo - tokoh heroik ternama dalam film produksi Hollywood, Amerika Serikat - tiba-tiba menjadi bahan pembicaraan dalam acara peluncuran buku berjudul "Ancaman di Batas Negeri" karya Maria Dominique yang digelar Makostrad (Markas Komando Cadangan Strategis TNI AD) Jakarta Pusat, Rabu (12/12/2012) kemarin.
Menurut Maria Dominique, kehebatan Rambo dalam berperang tersebut hanya bohong belaka. Jika dibandingkan dengan kehebatan pasukan Kostrad, kata Maria, Rambo tidak ada apa-apanya. "Kostrad jauh lebih hebat," tegas Maria.
Kenapa Maria bisa ngomong demikian? Maria rupanya pernah "menguntit" perjuangan pasukan Kostrad selama menjaga perbatasan Indonesia-Malaysia di Entikong. Kisah perjalananya mengikuti Satgas Pamtas Yonif Linud-305 Kujang I Kostrad itulah yang dia dokumentasikan dalam buku berjudul "Ancaman di Batas Negeri" tersebut.
Kenapa Maria bisa ngomong demikian? Maria rupanya pernah "menguntit" perjuangan pasukan Kostrad selama menjaga perbatasan Indonesia-Malaysia di Entikong. Kisah perjalananya mengikuti Satgas Pamtas Yonif Linud-305 Kujang I Kostrad itulah yang dia dokumentasikan dalam buku berjudul "Ancaman di Batas Negeri" tersebut.
Menurut Maria, nilai heroisme Batalyon Tengkorak (sebutan akrab Satgas Pamtas Yonif Linud-305 Kujang I Kostrad), juga jauh lebih hebat ketimbang Rambo. Sebab, selama menjaga perbatasan, para anggota Batalyon Tengkorak bukan hanya menjaga keamanan kawasan perbatasan saja, tapi juga menjalankan tugas-tugas pelayanan publik seperti menjadi guru bagi anak-anak perbatasan, memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan masih banyak lagi.
"Penulisan buku ini bukan sebagai proyek, bukan atas pesanan Kostrad, melainkan sebagai apresiasi kepada pasukan Kostrad. Sebagai rasa cinta pada pasukan tempur milik negeri ini," ujar Maria.
Menurut dia, menjaga wilayah perbatasan seperti yang dilakukan oleh pasukan Kostrad merupakan tugas yang sangat berat, mereka harus keluar masuk hutan dan naik turun gunung untuk menjaga perbatasan di Entikong. Dalam buku setebal 93 halaman itu disebutkan terdapat 4.609 patok yang tertancap di sepanjang perbatasan Indonesia-Malaysia, yang selalu diperiksa oleh tim patroli secara terus menerus.
Menurut dia, menjaga wilayah perbatasan seperti yang dilakukan oleh pasukan Kostrad merupakan tugas yang sangat berat, mereka harus keluar masuk hutan dan naik turun gunung untuk menjaga perbatasan di Entikong. Dalam buku setebal 93 halaman itu disebutkan terdapat 4.609 patok yang tertancap di sepanjang perbatasan Indonesia-Malaysia, yang selalu diperiksa oleh tim patroli secara terus menerus.
Namun, ada lima patok yang masih bermasalah, yakni patok perbatasan Batu Aum, Bjongkong, Gun Raya di Jagoi Babang, dan Sungai Buan di Gunung Jagoi. Nah, bagaimana kiat mengatasi patok bermasalah tersebut, para pembaca tentu akan tahu jika sudah membaca buku yang kaya akan gambar perjuangan tentara perbatasan tersebut.
Dalam acara peluncuran buku tersebut, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault, juga ikut hadir. Menurut Adhyaksa, buku "Ancaman di Batas Negeri: Kostrad di Perbatasan Entikong" pantas untuk dibaca bagi generasi muda guna menanamkan nasionalisme. Apalagi, kata Adhyaksa, minat generasi muda sekarang untuk menjadi anggota TNI cenderung menurun. "Mereka lebih senang untuk segera mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang cukup. Mereka tidak mau memikirkan bangsa ini," katanya.
Dalam acara yang juga dihadiri Inggrid Wijanarko, anggota DPR-RI, tokoh militer, guru sekolah Jakarta dan para anggota Kostrad tersebut, Adhyaksa juga menyinggung soal perilaku ganjil para generasi muda era kini. Sayangnya, kata Adhyaksa, demam K-pop yang melanda remaja Indonesia beberapa tahun terakhir ini tidak mengarah pada hal positif.
Dalam acara peluncuran buku tersebut, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault, juga ikut hadir. Menurut Adhyaksa, buku "Ancaman di Batas Negeri: Kostrad di Perbatasan Entikong" pantas untuk dibaca bagi generasi muda guna menanamkan nasionalisme. Apalagi, kata Adhyaksa, minat generasi muda sekarang untuk menjadi anggota TNI cenderung menurun. "Mereka lebih senang untuk segera mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang cukup. Mereka tidak mau memikirkan bangsa ini," katanya.
Dalam acara yang juga dihadiri Inggrid Wijanarko, anggota DPR-RI, tokoh militer, guru sekolah Jakarta dan para anggota Kostrad tersebut, Adhyaksa juga menyinggung soal perilaku ganjil para generasi muda era kini. Sayangnya, kata Adhyaksa, demam K-pop yang melanda remaja Indonesia beberapa tahun terakhir ini tidak mengarah pada hal positif.
"Saya menyebut yang terjadi itu adalah mad of joy, saking gembiranya bisa jadi gila. Rela nungguin Suju dari pagi sampai sore, teriak-teriak 'kya..kya', padahal Suju-nya cuma ngomong 'Halo Indonesia' sudah heboh. Desak-desakan, keinjek-injek," katanya.
Mad of joy bukanlah satu-satunya keprihatinan Adhyaksa terhadap remaja saat ini. "Selain mad of joy ada juga yang saya sebut mad of anger, yakni gila karena tidak mempunyai kanal menyalurkan kemarahan. Makanya yang terjadi adalah tawuran," ujar suami dari drg Mira Arismunandar ini.
Ketiadaan saluran pelepasan energi itu, menurut Adhyaksa, salah satunya disebabkan tidak ada ruang publik dan fasilitas yang bisa dimanfaatkan remaja. Contohnya, tidak ada lagi lapangan bola yang bisa dipakai remaja setiap saat, sehingga pelampiasannya adalah kekerasan dan tawuran. "Ini kesalahan pemerintah. Saya kan sekarang bukan pemerintah lagi jadi boleh bicara seperti ini," tandasnya.
Oleh karena itu, menurut Adhyaksa, buku yang ditulis oleh Maria Dominique merupakan buku yang cukup baik dan sangat informatif bagi generasi muda, khususnya kalangan pelajar SMA. "Alangkah baiknya bila buku ini disebarkan kepada kalangan pelajar SMA agar mereka termotivasi untuk menjadi tentara. Kita perlu menjadi bangsa yang kuat ke depannya. Kalau TNI tidak kuat, maka bangsa akan lemah," kata Ketua Umum Aspirasi Indonesia itu.
Mad of joy bukanlah satu-satunya keprihatinan Adhyaksa terhadap remaja saat ini. "Selain mad of joy ada juga yang saya sebut mad of anger, yakni gila karena tidak mempunyai kanal menyalurkan kemarahan. Makanya yang terjadi adalah tawuran," ujar suami dari drg Mira Arismunandar ini.
Ketiadaan saluran pelepasan energi itu, menurut Adhyaksa, salah satunya disebabkan tidak ada ruang publik dan fasilitas yang bisa dimanfaatkan remaja. Contohnya, tidak ada lagi lapangan bola yang bisa dipakai remaja setiap saat, sehingga pelampiasannya adalah kekerasan dan tawuran. "Ini kesalahan pemerintah. Saya kan sekarang bukan pemerintah lagi jadi boleh bicara seperti ini," tandasnya.
Oleh karena itu, menurut Adhyaksa, buku yang ditulis oleh Maria Dominique merupakan buku yang cukup baik dan sangat informatif bagi generasi muda, khususnya kalangan pelajar SMA. "Alangkah baiknya bila buku ini disebarkan kepada kalangan pelajar SMA agar mereka termotivasi untuk menjadi tentara. Kita perlu menjadi bangsa yang kuat ke depannya. Kalau TNI tidak kuat, maka bangsa akan lemah," kata Ketua Umum Aspirasi Indonesia itu.
Sumber : KLIK DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar