Jumat, 22 Juni 2012

Pakar Rusia Meminta RI Berefleksi Soal AS

Kompas/Simon SaragihSalah satu sudut kota Saint Petersburg, Rusia, Jumat (22/6/2012).

SAINT PETERSBURG, KOMPAS.com -- Dampak hubungan yang terpenggal antara Uni Soviet (kini Rusia) dengan Indonesia kini terasa. Ini adalah akibat idelogi komunisme yang pernah dianggap kejam dan bahkan dinyatakan terlarang di Indonesia. Namun kini Indonesia diminta berefleksi tentang hubungan yang sejak Perang Dunia II didominasi AS.
"Saya pernah datang ke Indonesia dan mencoba belajar di Universitas Indonesia tetapi ditolak," kata Profesor Dr Oglubin Alexander, pengajar Bahasa Indonesia di Universitas Negara Saint Petersburg, mengenang pahitnya dampak negatif hubungan yang terpenggal di era Uni Soviet.
Hubungan RI-Rusia pulih tahun 1950, tetapi kekakuan hubungan sangat terasa. Hingga 1991, setelah Rusia terbentuk hubungan mulai semakin mencair. Akan tetapi 20 tahun sejak 1991 tetap saja hubungan itu tidak sebesar hubungan RI dengan AS, Jepang, Eropa, dan China. Bahkan kecurigaan soal komunisme masih tetap ada.
"Ini yang harus diatasi. Harus diketahui bahwa Rusia itu akan menjadi besar dan mulai sekarang harus digali lebih dalam," kata Dubes RI untuk Rusia, Djauhari Oratmangun.
Untuk mempermudah refleksi, RI sekaligus dingatkan soal dampak hubungan RI-AS, yang selama ini mendominasi diplomasi Indonesia. "Lihat apa yang terjadi pada negara Anda dengan sejumlah pemberontakan di Indonesia, hingga Gerakan 30 September 1965. Siapa sebenarnya yang ada di balik itu," kata Dr Victor Sumsky, Direktur ASEAN Center di Institut MGIMO, sekolah tinggi hubungan internasional terkenal di Rusia, yang sebanyak 500 orang alumnusnya kini menjadi diplomat Rusia di berbagai negara.
Dia juga meminta RI melihat dampak hubungan itu dan memikirkan apa yang seharusnya dipikirkan ke depan di mana kawasan Asia Pasifik akan berkembang sekaligus akan dikelilingi berbagai kekuatan dunia, termasuk AS.
Secara implisit Sumsky meminta RI menelaah hubungan dengan AS, sembari memikirkan hubungan ke depan dengan siapa saja, yang tujuannya adalah saling mendukung dan saling menguatkan. Sumsky mengatakan bahwa Rusia sendiri berniat menjadi negara yang memiliki hubungan sederajat dengan siapa saja.
Dia juga mengingatkan hubungan dengan AS terhadap berbagai negara, yang tidak selamanya memperlihatkan kesetaraan sebagaimana juga terjadi di Amerika Latin. Menurut Sumsky, ini yang harus jadi salah satu dasar penelaahan bagi RI dalam mengembangkan hubungan global di masa depan, dimana perimbangan kekuatan yang tidak saling mendikte menjadi tujuan utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar